Senin, 18 September 2017

TERJEMAH INDONESIA KITAB TIJAN AD-DARORI

TERJEMAH INDONESIA KITAB TIJAN AD-DARORI
(تيجان الدراري)
Alhamdulillah, Sholawat wa Salam kepada Nabi. Berkat rahmat Allah SWT saya bisa menyelesaikan terjemah kitab Tijan Ad-darori (تيجان الدراري) karangan guru besar As-Syaikh Ibrahim Al-Bajuri, pada hari Selasa, 08/05/2012 pukul 12:44 PM di Pondok Pesantren Mafazah Ad-Dimyatiyah, Bandung Barat. Meski didalamnya banyak kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna, namun saya berharap apa yang saya lakukan ini berada dalam keberkahan Allah SWT dan bisa menjadi kemanfaatan bagi sektor-sektor kebaikan khususnya dikalangan santri pemula seperti saya dan umumnya bagi kaum muslimin muslimat. Amin.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
{بسم الله الرحمن الرحيم}
الحمد لله رب العالمين و الصلاة و السلام على رسول الله صلى الله عليه و سلم (وبعد)
Berkatalah seseorang yang faqir dari rahmat tuhannya Yang Maha Waspada serta Maha Melihat, Ibrohim Al-bajuri pemilik sifat lalai.
Telah meminta beberapa dari saudara-saudaraku (semoga Allah memberi kelayakan keadaan dan perilaku padaku dan pada mereka) supaya aku menuliskan untuk mereka sebuah risalah/kitab kecil yang isinya melingkupi atas sifat-sifat ketuhanan dan sifat kontradiksi/lawan-lawannya serta sifat yang boleh ada dalam haq Allah Ta’ala. Juga atas sifat yang wajib dalam haq para Rasul, dan yang mustahil dalam haq para Rasul, serta yang boleh. Maka aku mengabulkan permintaan mereka kemudian aku berkata “وبالله التوفيق”
Wajib kepada setiap mukallaf/muslim yang baligh lagi berakal untuk mengetahui perkara yang wajib dalam haq Allah Ta’ala dan perkara yang mustahil, serta perkara yang boleh ada.
Maka wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat Al-Wujud/ada (الوجود). Lawannya yaitu sifat Al-‘Adam/tiada (العدم). Dan dalil atas Allah Ta’ala itu ada yaitu adanya semua ciptaan (alam semesta beserta isinya baik yang nyata maupun yang ghaib dsb)
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat Al-Qidam/terdahulu (القدم). Artinya yaitu tiada permulaan bagi Allah Ta’ala. Lawannya yaitu sifat Al-Hudust/baru (الحدوث). Dan dalil atas Allah Ta’ala terdahulu yaitu: jikalau adanya Allah merupakan sesuatu yang baru, maka tentu Allah membutuhkan terhadap pembaharu. Dan itu mustahil.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat Al-Baqa/kekal (البقاء). Artinya sesungguhnya Allah Ta’ala tiada akhirnya. Dan dalil atas kekalnya Allah Ta’ala yaitu: jikalau adanya Allah merupakan sesuatu yang Al-Fana/rusak, maka tentu Allah merupakan sesuatu yang baru. Dan itu mustahil.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat mukholafah lil hawadisi/berbeda dengan makhluk (مخالفة للحوادث). Artinya sesungguhnya Allah Ta’ala tiada serupa dengan para makhluk. Bagi-Nya tiada tangan, tiada mata, tiada telinga, dan tiada yang lainnya dari sifat-sifat para makhluk. Lawannya yaitu sifat Al-mumatsalah/serupa (المماثلة). Dan dalil atas berbedanya Allah Ta’ala dengan makhluk yaitu: sesungguhnya jikalau adanya Allah merupakan sesuatu yang serupa dengan makhluk, maka tentu Allah merupakan sesuatu yang baru. Dan itu mustahil.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat Al-Qiyaam bi al-nafs/berdiri sendiri (القيام بالنفس). Artinya sesungguhnnya Allah Ta’ala tidak membutuhkan pada tempat dan tidak juga terhadap yang menentukan. Lawannya yaitu sifat Al-Ihtiyaj ila Al-Mahal wa Al-Mukhoshis/membutuhkan pada tempat dan penentu (الإحتياج الى المحل والمخصص ). Dan dalil atas Allah Ta’ala berdiri sendiri yaitu: sesungguhnya jikalau Alloh Ta’ala membutuhkan pada tempat maka keadaan Allah merupakan sifat. Dan keadaan Allah merupakan sifat itu mustahil. Dan jikalau adanya Allah membutuhkan terhadap yang menentukan, maka tentu Allah merupakan sesuatu yang baru. Dan keadaan Allah merupakan sesuatu yang baru itu mustahil.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat Al-Wahdaniat/tunggal (الوحدانية) dalam dzat-Nya, dan dalam sifat-sifat-Nya, dan dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Dan arti tunggal dalam dzat-NYa yaitu, sesungguhnya Allah tidak tersusun dari bagian-bagian yang berbilang. Dan arti tunggal dalam sifat-sifat-Nya yaitu, sesungguhnya tiada dua sifat atau lebih pada Allah dari satu jenis sifat seperi adanya dua kekuasaan. Begitupun pada yang lain tiada satu sifat pun yang menyerupai terhadap sifat Allah Ta’ala. Dan arti tunggal dalam perbuatan-perbuatan-Nya, yaitu tiada bagi yang lain suatu perbuatan dari sebagian perbuatan-perbuatan Allah. Lawannya yaitu sifat At-Ta’addud/berbilang (التعدد). Dan dalil atas tunggalnya Allah Ta’ala yaitu: sesungguhnya jikalau adanya Allah merupakan sesuatu yang banyak/berbilang, maka tidak akan dijumpai sesuatu pun dari ciptaan-ciptaan-Nya.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat Al-Qudrat/berkuasa (القدرة). Yaitu suatu sifat tedahulu yang menetap pada Dzat Allah Ta’ala yang dengannya Allah mewujudkan dan meniadakan. Lawannya yaitu sifat Al-Ajz/lemah (العجز). Dan dalil atas Allah Ta’ala berkuasa yaitu: sesungguhnya jikalau keadaan Allah lemah, maka tidak akan dijumpai sesuatu pun dari ciptaan-ciptaan-Nya.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat Al-Iradat/berkehendak (الإرادة). Yaitu suatu sifat tedahulu yang menetap pada Dzat Allah Ta’ala yang dengannya Allah menentukan kemungkinan keadaan atau ketiadaan, atau kaya atau miskin, atau pengetaguan atau kebodohaan, dan lain sebagainya. Lawannya yaitu sifat Al-karohah/terpaksa/tiada berkehendak (الكراهة). Dan dalil atas Allah Ta’ala berkehendak yaitu: sesungguhnya jikalau adanya Allah terpaksa/tiada berkehendak, maka tentulah Allah lemah. Dan keadaan Allah lemah itu mustahil.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat Al-ilmu/tahu (العلم). Yaitu suatu sifat tedahulu yang menetap pada Dzat Allah Ta’ala yang dengannya Allah mengetahui setiap perkara. Lawannya yaitu sifat Al-jahl/bodoh (الجهل). Dan dalil atas Allah Ta’ala tahu yaitu: sesungguhnya jikalau adanya Allah bodoh, maka tidaklah Allah merupakan yang berkehendak. Dan itu mustahil.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat Al-Hayat/hidup (الحياة). Yaitu suatu sifat tedahulu yang menetap pada Dzat Allah Ta’ala yang membenarkan kepada Allah atas adanya sifat Al-ilmu dan sifat-sifat lainnya. Lawannya yaitu sifat Al-Maut/mati (الموت). Dan dalil atas Allah Ta’ala hidup yaitu: sesungguhnya jikalau adanya Allah mati, maka tidaklah Allah merupakan dzat yang berkuasa, tidak pula yang berkehendak, tidak pula yang berpengetahuan. Dan itu mustahil.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat As-Sama’/mendengar (السمع) dan Al-Bashor/ melihat (البصر). Yaitu dua sifat tedahulu yang keduanya menetap pada Dzat Allah Ta’ala yang dengannya tersingkap perwujudan. Lawannya yaitu sifat As-Shomam/tuli (الصمم) dan Al-Umy/buta (العمي). Dan dalil atas Allah Ta’ala mendengar dan melihat yaitu firman Allah Ta’ala: "وهو السميع البصير"
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat Al-Kalam/berfirman (الكلام). Yaitu suatu sifat tedahulu yang menetap pada Dzat Allah Ta’ala. Dan fiman ini bukanlah dengan huruf dan bukan dengan suara. Lawannya yaitu sifat Al-Bukm yaitu Al-hirsy/bisu (البكم). Dan dalil atas Allah Ta’ala tahu yaitu firman Allah Ta’ala: "و كلم الله موسى تكليما"
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat kaunuhu qadiran/adanya Allah berkuasa (كونه قادرا).Lawannya yaitu sifat kaunuhu ajizan/ adanya Allah yang lemah (كونه عاجزا). Dan dalil atas adanya Allah Ta’ala itu yang berkuasa yaitu dalil sifat Al-Qudrat.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat kaunuhu muridan/adanya Allah yang berkehendak (كونه مريدا).Lawannya yaitu sifat kaunuhu karihan/adanya Allah yang terpaksa (كونه كارها). Dan dalil atas adanya Allah Ta’ala yang berkehendak yaitu dalil sifat Al-iradat.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat kaunuhu aliman/adanya Allah yang mengetahui (كونه عالما). Lawannya yaitu sifat kaunuhu jahilan/adanya Allah yang bodoh (كونه جاهلا). Dan dalil atas adanya Allah Ta’ala yang mengetahui yaitu dalil sifat Al-‘ilmu.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat kaunuhu hayyan/adanya Allah yang hidup (كونه حيا). Lawannya yaitu sifat kaunuhu mayyitan/adanya Allah yang mati (كونه ميتا). Dan dalil atas adanya Allah Ta’ala yang hidup yaitu dalil sifat Al-hayyat.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat kaunuhu samii’an/adanya Allah yang mendengar (كونه سميعا) dan bashiiran/adanya Allah yang melihat (كونه بصيرا). Lawannya yaitu sifat kaunuhu ashoma/adanya Allah yang tuli (كونه أصم) dan kaunuhu a’ma/adanya Allah yang buta (كونه اعمى). Dan dalil atas adanya Allah Ta’ala yang mendengar dan melihat yaitu dalil sifat As-sama’ dan dalil sifat Al-Bashor.
Dan wajib dalam haq Allah Ta’ala, sifat kaunuhu mutakalliman/adanya Allah yang berfirman (كونه متكلما). Lawannya yaitu sifat kaunuhu abkama/adanya Allah yang bisu (كونه ابكم). Dan dalil atas adanya Allah Ta’ala yang berrfirman yaitu: dalil sifat Al-kalam.
Dan ja’iz/ boleh (الجائز) dalam haq Allah Ta’ala melakukan setiap yang mungkin atau membiarkannya. Dalil atas ini yaitu sesungguhnya jikalau wajib atas Allah SWT melakukan sesuatu atau membiarkannya niscaya ja’iz tersebut menjadi wajib atau mustahil. Dan itu mustahil.
Dan wajib dalam haq para Rasul Alaihi sholatu wa ssalam sifat As-Shiddiq/ benar (الصديق). Dan lawannya yaitu sifat Al-kidzb/ bohong (الكذب). Dan dalil atas ini yaitu sesungguhnya jikalau mereka para Rasul berbohong niscaya adanya berita Allah Ta’ala itu bohong. Dan itu mustahil.
Dan wajib dalam haq para Rasul Alaihi sholatu wa ssalam sifat Al-Amanah/ terpercaya (الأمانة). Dan lawannya yaitu sifat Al-khiayanat/ berhianat (الخيانة). Dan dalil atas ini yaitu sesungguhnya jikalau mereka para Rasul berhianat dengan berbuat yang diharamkan atau dimakruhkan niscaya kita semua itu diperintah dengan seumpama itu. Dan tidak benar bahwa kita diperintah terhadap yang diharamkan atau dimakruhkam.
Dan wajib dalam haq para Rasul Alaihi sholatu wa ssalam sifat Tablig/ menyampaikan perkara yang telah diperintahkan terhadap mereka untuk menyampaikannya kepada makhluk (تبليغ). Dan lawannya yaitu sifat kitman/ menutup-nutupi (كتمان). Dan dalil atas ini yaitu sesungguhnya jikalau mereka para Rasul menutup-nutupi suatu perkara yang telah diperintahkan terhadap mereka untuk disampaikan, niscaya adanya kita diperintah untuk menyembunyikan ilu. Dan tidak benar kita diperintah untuk itu. Karena sesungguhnya orang yang menutup-nutupi pengetahuan itu dilaknat.
Dan wajib dalam haq para Rasul Alaihi sholatu wa ssalam sifat Al-fathonah/ cerdas (الفطانة). Dan lawannya yaitu sifat Al-biladah/ bodoh (البلادة). Dan dalil atas ini yaitu sesungguhnya jikalau mereka para Rasul tiada kecerdasan nicacaya mereka tidak berkuasa membuat hujjah terhadap para lawan/musuh. Dan itu mustahil. Karena Al-Qur’an menunjukan dalam banyak tempat atas menegakannya para Rasul terhadap hujjah kepada lawan/musuh.
Dan jaiz/boleh dalam haq para Rasul Alaihi sholatu wa ssalam sifat Al-a’rod Al-Basyariyah/ nampak manusiawi (الأعراض البشرية) yang tidak menimbulkan kekurangan pada martabat mereka yang luhur seperti sakit dan seumpamanya. Dan dalil atas ini yaitu terbuktinya sifat penampakan manusiawi pada mereka Alaihi sholatu wa ssalam.
(Penutup) wajib terhadap seseorang lelaki atau perempuan untuk mengetahui nasab/silsilah Nabi SAW dari pihak ayahnya dan dari pihak ibunya.
Adapun nasab Nabi SAW dari pihak ayahnya maka dia, baginada kita semua Muhammad adalah putra Abdullah, yang putranya Abdul Mutholib, yang putranya Hasyim, yang putranya Abdu Manaf, yang putranya Qushoy , yang putranya Kilab, yang putranya Murroh, yang putranya Ka’ab, yang putranya Lu-ay, yang putranya Ghalib, yang putranya Fihr, yang putranya Malik, yang putranya Nadlir, yang putranya Kinanah, yang putranya Hujaimah, yang putranya Mudrikah, yang putranya Ilyas, yang putranya Mudlor, yang putranya Nizar, yang putranya Mu’ad, yang putranya Adnan. Dan tidak ada nasab/ silsilah sesudah Adnan sampai Adam AS berdasarkan perjalanan shahih dalam penukilan.
Adapun nasab Nabi SAW dari pihak ibunya maka dia, baginada kita semua Muhammad adalah putra Aminah, yang putrinya Wahab, yang putranya Abdu Manaf, yang putranya Zuhroh, yang putranya Kilab. Maka berkumpulah Aminah beserta Nabi SAW pada eyangnya Kilab.
Dan dari sebagian perkara yang wajib untuk diketahui yaitu sesungguhnya Nabi memiliki Haudl/ danau. Dan sesungguhnya nabi SAW akan memberi syafaat ketika dalam fashl Al-Qodlo (penghakiman yang akan memisah manusia). Dan Syafaat ini dikhususkan kepada Nabi SAW.
Dan juga dari sebagian perkara yang wajib yaitu harus mengetahui para Rasul yang disebutkan dalam Al-Qur’an secara rinci/spesifik. Adapun selain para Rasul tersebut, maka wajib untuk seseorang mengetahuinya secara global/keseluruhan. Dan sungguh telah menadhomkan sebagian ulama untuk nabi-nabi yang wajib mengetahuinya secara rinci. Maka mereka berkata:
حَتْمٌ عَلَى كُلِّ ذِي التَّكْلِيفِ مَعْرِفَةُ # بِأَنْبِيَاءٍ عَلَى التَّفْصِيلِ قَدْ عُلِمُوا
فِي تِلْكَ حُجَّتُنَا مِنْهُمْ ثَمَانِيَةٌ # مِنْ بَعْدِ عَشْرٍ وَيَبْقَى سَبْعَةٌ وَهُمُوا
إدْرِيسُ هُودٌ شُعَيْبٌ صَالِحٌ وَكَذَا ذُو الْكِفْلِ آدَم بِالْمُخْتَارِ قَدْ خُتِمُوا
“Mesti kepada setiap mukallaf mengenal Nabi-Nabi secara rinci yang telah diketahui dalam hujjah kita. Sebagian mereka ada 18 dan sisanya ada 7 yaitu Idris, Hud, Syuaib, Sholih, begitu juga zulkifli, adam. Yang diakhiri oleh Al-Mukhtar Nabi Muhammad”
Dan juga dari sebagian perkara yang wajib diyakini yaitu bahwa sesungguhnya kurun/masa Rasulullah adalah masa yang paling unggul. Kemudian kurun sesudahnya, kemudian kurun sesudahnya lagi.
Dan seyogyanya bagi seseorang untuk mengenal anak-anak Nabi SAW. dan mereka berdasarkan riwayat yang shahih yaitu Syaid Al-Qasim, Syaidah zainab, Syaidah Ruqayah, Syaidah Fatimah, Syaidah Ummi kulsum, Syaid Abdullah yang dijuluki At-Thoyyib dan At-Thohir, Syaid Ibrahim. Dan mereka semua dilahirkan dari Syaidah Khodijah Al-Kubra Al-Ibrahim. Dan yang dilahirkan dari Mariah yaitu Al-Qibthiyah.
Inilah akhir dari sesuatu yang telah Allah mudahkan karena keutamaan-Nya dan kemuliaan-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam semoga terlimpah pada Baginda kita Muhammad, dan kepada keluarganya, dan para Sahabatnya.

RINGKASAN RIWAYAT HIDUP 4 IMAM PENGASAS MAZHAB

1.Imam Abu Hanifah [80H/699M– 150H/767M]
Imam Abu Hanifah atau nama sebenarnya Numan bin Tsabit bin Zhuthi' lahir pada
tahun 80H/699M di Kufah, Iraq, sebuah bandar yang sudah sememangnya terkenal
sebagai pusat ilmu Islam pada ketika itu. Ianya diasaskan oleh ‘Abdullah ibn Mas‘ud
radhiallahu ‘anh (32H/652M), seorang sahabat zaman Rasulullah shallahu ‘alaihi
wasallam. Ayahnya seorang pedagang besar, sempat hidup bersama ‘Ali bin Abi Thalib
radhiallahu ‘anh. Imam Abu Hanifah sekali-sekala ikut serta dalam urusniaga ayahnya
akan tetapi minatnya yang lebih besar ialah ke arah membaca dan menghafal
Al-Quran.
Imam Abu Hanifah pada satu hari telah berjumpa dengan seorang tokoh agama yang
masyhur pada ketika itu bernama as-Sya’bi. Melihatkan kepintaran dan kecerdasan
luar biasa yang terpendam dalam Imam Abu Hanifah, as-Sya’bi menasihatkan beliau
agar lebih banyak mencurahkan usaha ke dalam bidang ilmu-ilmu Islam. Dengan
nasihat dan dorongan as-Sya’bi, Imam Abu Hanifah mula menceburkan diri secara
khusus mempelajari ilmu-ilmu Islam.
Imam Abu Hanifah mula belajar dengan mendalami ilmu-ilmu qiraat, ilmu bahasa Arab
ilmu kalam dan lain-lain. Akan tetapi bidang ilmu yang paling diminatinya ialah ilmu
hadith dan fiqh. Beliau banyak meluangkan masa dan tenaga untuk mendalaminya.
Imam Abu Hanifah meneruskan pembelajarannya dengan bergurukan kepada
as-Sya’bi dan beberapa tokoh ilmuan lain di Kufah. Menurut riwayat, jumlah gurunya di
Kufah sahaja berjumlah 93 orang.
Beliau kemudiannya berhijrah ke bandar Basrah di Iraq, untuk berguru bersama
Hammad bin Abi Sulaiman, Qatadah dan Shu’bah. Setelah sekian lama berguru dengan
Shu’bah yang pada ketika itu terkenal sebagai Amir al-Mu’minin fi Hadith (pemimpin
umat dalam bidang hadith), beliau diizinkan gurunya untuk mula mengajar hadith
kepada orang ramai. Berkata Shu’bah:
“Sebagaimana aku ketahui dengan pasti akan kesinaran cahaya matahari, aku juga
ketahui dengan pasti bahawa ilmu dan Abu Hanifah adalah sepasangan bersama.”
Imam Abu Hanifah tidak hanya berpuas hati dengan pembelajarannya di Kufah dan
Basrah di Iraq. Beliau kemudiannya turun ke Makkah dan Madinah untuk menuntut
ilmu lagi. Di sana beliau duduk berguru kepada ‘Atha’ bin Abi Rabah. Kemudiannya
Imam Abu Hanifah duduk pula bersama Ikrimah, seorang tokoh besar agama di
Makkah yang juga merupakan anak murid kepada ‘Abdullah ibn ‘Abbas, ‘Ali bin Abi
Thalib ra, Abu Hurairah ra dan ‘Abdullah ibn ‘Umar radhiallahu ‘anhum. Kehandalan
Imam Abu Hanifah dalam ilmu-ilmu hadith dan fiqh diiktiraf oleh Ikrimah sehingga
beliau kemudiannya membenarkan Imam Abu Hanifah menjadi guru kepada penduduk
Makkah.
Imam Abu Hanifah kemudiannya meneruskan pengajiannya di Madinah bersama Baqir
dan Ja’afar as-Shadiq. Kemudiannya beliau duduk bersebelahan dengan Imam Malik
bin Anas, tokoh besar kota Madinah ketika itu. Walaupun Imam Abu Hanifah 13 tahun
lebih tua daripada Imam Malik, ini tidak menghalangnya untuk turut serta belajar
Apabila guru kesayanganya Hammad meninggal dunia di Basrah pada tahun
120H/738M, Imam Abu Hanifah telah diminta untuk mengganti kedudukan Hammad
sebagai guru dan sekaligus tokoh agama di Basrah. Melihatkan tiada siapa lain yang
akan meneruskan perjuangan Hammad, Imam Abu Hanifah bersetuju kepada jawatan
tersebut.
Mulai di sinilah Imam Abu Hanifah mengajar dan menjadi tokoh besar terbaru dunia
Islam. Orang ramai dari serata pelusuk dunia Islam datang untuk belajar bersamanya.
Di samping mengajar, Imam Abu Hanifah adalah juga seorang pedagang dan beliau
amat bijak dalam mengadili antara dua tanggungjawabnya ini sebagaimana
diterangkan anak muridnya al-Fudail ibn ‘Iyyadh:
“Adalah Imam Abu Hanifah seorang ahli hukum, terkenal dalam bidang fiqh, banyak
kekayaan, suka mengeluarkan harta untuk sesiapa yang memerlukannya, seorang
yang sangat sabar dalam pembelajaran baik malam atau siang hari, banyak beribadat
pada malam hari, banyak berdiam diri, sedikit berbicara terkecuali apabila datang
kepadanya sesuatu masalah agama, amat pandai menunjuki manusia kepada
kebenaran dan tidak mahu menerima pemberian penguasa.”
Pada zaman pemerintahan Abbasid, Khalifah al-Mansur telah beberapa kali meminta
beliau menjawat kedudukan Qadhi kerajaan. Imam Abu Hanifah berkeras menolak
tawaran itu. Jawapan Abu Hanifah membuatkan al-Mansur marah lalu dia menghantar
Imam Abu Hanifah ke penjara. Akan tetapi tekanan daripada orang ramai
menyebabkan al-Mansur terpaksa membenarkan Imam Abu Hanifah meneruskan
pengajarannya walaupun daripada dalam penjara. Apabila orang ramai mula
mengerumuni penjara untuk belajar bersama Imam Abu Hanifah,al-Mansur merasakan
kedudukannya mula tergugat. Al-Mansur merasakan Imam Abu Hanifah perlu
ditamatkan hayatnya sebelum terlambat.
Akhirnya Imam Abu Hanifah meninggal dunia pada bulan Rejab 150H/767M (ketika
berusia 68 tahun), yakni ketika berada di dalampenjara disebabkan termakan
makanan yang diracuni orang. Dalam riwayat lain disebutkan bahawa beliau dipukul
dalam penjara sehingga mati. Kematian tokoh ilmuan Islam ini amat dirasai oleh dunia
Islam. Solat jenazahnya dilangsungkan 6 kali, setiapnya didirikan oleh hampir 50,000
orang jamaah. Abu Hanifah mempunyai beberapa orang murid yang ketokohan
mereka membolehkan ajarannya diteruskan kepada masyarakat. Antara anak-anak
murid Imam Abu Hanifah yang ulung ialah Zufar (158H/775M), Abu Yusuf (182H/798M)
dan Muhammad bin Hasan as-Syaibani(189H/805M).

2.Imam Malik bin Anas [93H/711M – 179H/796M]
Imam Malik bin Anas lahir di Madinah pada tahun 93H/711M. Beliau dilahirkan di dalam
sebuah kota yang merupakan tempat tumbuhnya Islam dan berkumpulnya generasi
yang telah dididik oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, radhiallahu
‘anhum. Sejarah keluarganya juga ada hubungkait dengan ilmu Islam, dengan
datuknya sendiri adalah seorang perawi dan penghafal hadith yang terkemuka.
Pakciknya juga, Abu Suhail Nafi’ adalah seorang tokoh hadith kota Madinah pada ketika
itu dan dengan beliaulah Malik bin Anas mula mendalami ilmu-ilmu agama, khususnya
hadith. Abu Suhail Nafi’ ialah seorang tabi‘in yang sempat menghafal hadith
daripada‘Abdullah ibn ‘Umar, ‘Aisyah binti Abu Bakar, Ummu Salamah, Abu Hurairah
dan Abu Sa‘id al-Khudri radhiallahu ‘anhum
Selain Nafi’, Imam Malik bin Anas juga duduk berguru dengan Jaafar as-Shadiq, cucu
kepada al-Hassan, cucu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Imam Malik
juga duduk belajar di Masjid Nabawi, Madinah dan berguru dengan Muhammad Yahya
al-Ansari, Abu Hazim Salmah ad-Dinar, Yahya bin Saad dan Hishambin ‘Urwah. Mereka
ini semua ialah anak murid kepada para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Suasana kehidupan Imam Malik bin Anas di Madinah yang ketika itu dipenuhi dengan
para tabi‘in amatlah menguntungkannya. Para tabi‘in ini adalah mereka yang sempat
hidup bersama sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka
sempat belajar, mendengar hadith dan mengamalkan perbuatan para sahabat secara
terus. Inilah antara sebab kenapa Imam Malik bin Anas tidak pernah meninggalkan
Madinah kecuali apabila pergi menunaikan ibadat hajinya.
Imam Malik bin Anas kemudiannya mengambil alih peranan sebagai tokoh agama di
Masjid Nabawi, Madinah. Ajarannya menarik sejumlah orang ramai daripada pelbagai
daerah dunia Islam. Beliau juga bertindak sebagai Mufti Kota Madinah pada ketika itu.
Imam Malik juga ialah antara tokoh yang terawal dalam mengumpul dan membukukan
hadith-hadith Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam kitabnya al-Muwattha’.
Kitabnya ini menjadi hafalan dan rujukan orang ramai sehinggakan ia pernah
dikatakan oleh Imam as-Syafi‘e sebagai:
“Tidak wujud sebuah buku di bumi yang paling hampir kepada al-Quran melainkan
kitab Imam Malik ini.”
Antara tokoh besar yang duduk belajar bersama Imam Malik ialah Imam Abu Hanifah
dari Kufah, Iraq. Selain itu diriwayatkan juga bahawa sebanyak 1,300 tokoh-tokoh lain
yang duduk bersama menuntut ilmu bersama Imam Malik di Masjid Nabawi. Antaranya
termasuklah Muhammad bin Idris, yang kemudiannya terkenal dengan gelaran Imam
as-Syafi‘e. Ketinggian ilmu Imam Malik bin Anas pernah diungkap oleh Imam Ahmad
bin Hanbal sebagai:
“Imam Malik adalah penghulu daripara penghulu ahli ilmu dan beliau pula seorang
imam dalam bidang hadith dan fiqh. Siapakah gerangan yang dapat menyerupai Imam
Malik?”
Imam Malik pernah dihukum oleh gabenor Kota Madinah pada tahun 147H/764M
kerana telah mengeluarkan fatwa bahawa hukum thalaq yang cuba dilaksanakan oleh
kerajaan Abbasid sebagai tidak sah. Kerajaan Abbasid ketika itu telah membuat fatwa
sendiri bahawa semua penduduk perlu taat kepada pemimpin dan barangsiapa yang
enggan akan terjatuh thalaq ke atas isterinya. Memandangkan rakyat yang lebih
taatkan ulama' daripada pemimpin, pemerintah Abbasid telah memaksa Imam Malik
untuk mengesahkan fatwa mereka. Imam Malik enggan, malah mengeluarkan fatwa
menyatakan bahawa thalaq sedemikian tidak sah (tidak jatuh thalaqnya). Imam Malik
ditangkap dan dipukul oleh gabenor Madinah sehingga tulang bahunya patah dan
terkeluar daripada kedudukan asalnya. Kecederaan ini amatlah berat sehinggakan
beliau tidak lagi dapat bersolat dengan memegang kedua tangannya di dada, lalu
dibiarkan sahaja terkulai di tepi badannya.
Imam Malik kemudiannya dibebaskan dari penjara dan beliau terus kembali mengajar
di Madinah sehinggalah beliau meninggal dunia pada 11 Rabiul-Awwal, tahun
179H/796M, ketika berusia 86 tahun (Hijriah). Di antara anak-anak murid beliau yang
masyhur ialah ‘Abdarrahman bin al-Qasim al-Tasyri (191H/807M), Ibn Wahhab Abu
Muhammad al-Masri (199H/815M) dan Yahya bin Yahya al-Masmudi (234H/849M)

3.Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’e [150H/767M – 204H/820M]
Imam as-Syafi’e lahir di Gaza, Palestin pada tahun 150H/767M. Nama sebenarnya
ialah Muhammad bin Idris as-Syafi‘e. Beliau mempunyai pertalian darah Quraisy dan
hidup tanpa sempat melihat ayahnya. Pada umur 10 tahun ibunya membawanya ke
Makkah untuk menunaikan ibadah Haji dan selepas itu beliau tetap berada di sana
untuk menuntut ilmu. Di Makkah Imam as-Syafi’e memulakan perguruannya dengan
Muslim bin Khalid al-Zanji, yakni mufti Kota Makkah ketika itu.
Kitab ilmu yang paling terkemuka pada ketika itu ialah al-Muwattha’ karangan Imam
Malik bin Anas, dan Imam as-Syafi’e dalam usia 15 tahun telah pun menghafal
keseluruhan kitab tersebut. Imam as-Syafi’e kemudiannya berhijrah ke Madinah untuk
berguru pula dengan penulis kitab itu sendiri, yakni Imam Malik bin Anas. Ketika itu
Imam as-Syafi’e baru berumur 20 tahun dan beliau terus duduk bersama Imam Malik
sehinggalah kewafatannya pada tahun 179H/796M. Ketokohan Imam as-Syafi’e
sebagai murid terpintar Imam Malik bin Anas mulai diiktiraf ramai. Imam as-Syafi‘e
mengambil alih sebentar kedudukan Imam Malik bin Anas sebagai guru di Masjid
Nabawi di Madinah sehinggalah beliau ditawarkan satu kedudukan jawatan oleh
Gabenor Yaman. Jawatan Imam as-Syafi’e di Negeri Yaman tidak lama kerana beliau
telah difitnah sebagai pengikut mazhab Syi‘ah. Selain itu pelbagai konspirasi lain
dijatuhkan ke atasnya sehinggalah beliau dirantai dan dihantar ke penjara di Baghdad,
yakni pusat pemerintahan Dinasti Abbasid ketika itu.
Imam as-Syafi’e dibawa menghadap kepada Khalifah Harun ar-Rashid dan beliau
berjaya membuktikan kebenaran dirinya. Kehandalan serta kecekapan Imam
as-Syafi’e membela dirinya dengan pelbagai hujjah agama menyebabkan Harun
ar-Rashid tertarik kepadanya. Imam as-Syafi’e dibebaskan dan dibiarkan bermastautin
di Baghdad. Di sini Imam as-Syafi’e telah berkenalan dengan anak murid Imam Abu
Hanifah dan duduk berguru bersama mereka, terutamanya Muhammad bin al-Hasan
as-Syaibani. Suasana ini memberikan kelebihan yang penting bagi Imam as-Syafi’e,
iaitu beliau berkesempatan untuk belajar dan membanding antara dua ajaran Islam,
yakni ajaran Imam Malik bin Anas dan ajaran Imam Abu Hanifah.
Pada tahun 188H/804M, Imam as-Syafi’e berhijrah pula ke Mesir. Sebelum itu beliau
singgah sebentar di Makkah dan di sana beliau diberi penghormatan dan dipelawa
memberi kelas pengajian agama. Imam as-Syafi’e kini mula diiktiraf sebagai seorang
imam dan beliau banyak meluahkan usaha untuk cuba menutup jurang perbezaan di
antara ajaran Imam Malik bin Anas dan Imam Abu Hanifah. Usahanya ini tidak
disambut baik oleh para penduduk Makkah kerana kebiasaan mereka adalah kepada
ajaran Imam Malik bin Anas.
Pada tahun 194H/810M, Imam as-Syafi’e kembali semula ke Baghdad dan beliau
dipelawa untuk memegang jawatan Qadhi bagi Dinasti Abbasid. Beliau menolak dan
hanya singgah selama 4 tahun di Baghdad. Imam as-Syafi’e kemudian kembali ke
Mesir dan memusatkan ajarannya di sana pula. Daud bin ‘Ali pernah ditanya akan
kelebihan Imam as-Syafi’e berbanding tokoh-tokoh lain pada ketika itu, maka beliau
menjawab:
"As-Syafi‘e mempunyai beberapa keutamaan, berkumpul padanya apa yang tidak
terkumpul pada orang lain. Beliau seorang bangsawan, beliau mempunyai agama dan
i'tiqad yang sebenar, seorang yang sangat murah hati, mengetahui hadith sahih dan
hadith dhaif, nasikh, mansukh, menghafal al-Quran dan hadith, perjalanan hidup para
Khulafa' ar-Rashidin dan amat pandai pula mengarang
Dalam usahanya untuk cuba menutup jurang perbezaan antara ajaran Imam Malik bin
Anas dan Imam Abu Hanifah, Imam as-Syafi’e menghadapi banyak tentangan daripada
para pengikut Mazhab Maliki yang amat taksub kepada guru mereka. Pada satu malam,
dalam perjalanan balik ke rumah dari kuliah Maghribnya di Mesir, Imam as-Syafi’e
telah diserang dan dipukul orang sehingga menyebabkan kematiannya. Pada ketika itu
Imam as-Syafi’e juga sedang menghadapi penyakit buasir yang agak serius.
Imam as-Syafi’e meninggal dunia pada 29 Rejab tahun 204H/820M di Mesir ketika
berumur 54 tahun (Hijriah). Beliau meninggalkan kepada dunia Islam sebuah kitab
yang paling agung dalam bidang usul fiqh berjudul ar-Risalah. Kitab ini adalah yang
terawal dalam menyatakan kaedah-kaedah mengeluarkan hukum daripada sesebuah
nas al-Qur’an dan as-Sunnah. Selain itu Imam as-Syafi’e juga meninggalkan kitab
fiqhnya yang termasyhur berjudul al-Umm. Ajaran Imam as-Syafi’e diteruskan oleh
beberapa anak muridnya yang utama seperti Abu Yaaqub al-Buwayti (231H/846M),
Rabi’ bin Sulaiman al-Marali (270H/884M) dan Abu Ibrahim bin Yahya al-Muzani
(274H/888M).

4.Imam Ahmad bin Hanbal [164H/781M – 241H/856M]
Imam Abu ‘Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dilahirkan di Baghdad, Iraq,
pada tahun 164H/781M. Ayahnya seorang mujahid Islam dan meninggal dunia pada
umur muda, iaitu 30 tahun. Ahmad kemudiannya dibesarkan oleh ibunya Saifiyah binti
Maimunah. Imam Ahmad bin Hanbal menghafal al-Qur’an sejak kecil dan pada
umurnya 16 tahun beliau sudah menjadi penghafal hadith yang terkenal. Imam Ahmad
bin Hanbal meneruskan pengajian hadithnya dengan sekian ramai guru dan beliau
pada akhir hayatnya dijangkakan telah menghafal lebih daripada sejuta hadith
termasuk barisan perawinya.
Pada tahun 189H/805M Imam Ahmad bin Hanbal berhijrah ke Basrah dan tidak lama
kemudian ke Makkah dan Madinah untuk menuntut ilmu. Di sana beliau sempat duduk
berguru dengan Imam as-Syafi‘e. Sebelum itu guru-gurunya yang masyhur ialah Abu
Yusuf, Husain ibn Abi Hazim al-Washithi, ‘Umar ibn ‘Abdullah ibn Khalid, ‘Abdurrahman
ibn Mahdi dan Abu Bakar ibn ‘Iyasy. Pada tahun 198H Imam Ahmad bin Hanbal ke
negeri Yaman pula untuk berguru dengan ‘Abdurrazzaq ibn Humam, seorang ahli
hadith yang besar ketika itu, terkenal dengan kitabnya yang berjudul al-Musannaf.
Dalam perjalanannya ini Imam Ahmad mula menulis hadith-hadith yang dihafalnya
setelah sekian lama.
Imam Ahmad bin Hanbal kembali semula ke Baghdad dan mula mengajar.
Kehebatannya sebagai seorang ahli hadith dan pakar fiqh menarik perhatian orang
ramai dan mereka mula mengerumuninya untuk belajar bersama. Antara anak
muridnya yang kemudian berjaya menjadi tokoh hadith terkenal ialah al-Bukhari,
Muslim dan Abu Daud. al-Qasim ibn Salam pernah berkata:
“Ahmad bin Hanbal adalah orang yang paling ahli dalam bidang hukum dan aku tidak
melihat ada orang yang lebih mengetahui tentang as-Sunnah selain beliau. Beliau tidak
pernah bersenda gurau, selalu berdiam diri, tidak memperkatakan apa-apa selain
ilmu.”
Imam Ahmad bin Hanbal pernah hidup di dalam penjara kerana kekerasannya
menentang Mazhab Mu’tazilah yang diterima oleh pemerintah Abbasid ketika itu
Mereka (pemerintah) memaksa Imam Ahmad mengesahkan mazhab baru tersebut.
Imam Ahmad enggan dan ini menyebabkan beliau dirotan di dalam penjara sehingga
tidak sedarkan diri.
Akibat ketegasan Imam Ahmad bin Hanbal serta tekanan daripada para orang ramai
akhirnya menyebabkan pihak pemerintah Abbasid telah terpaksa membebaskan beliau
dari penjara. Imam Ahmad kemudiannya meneruskan pengajarannya kepada orang
ramai sehinggalah kematiannya pada tahun 241H/856M, ketika berusia 77 tahun
Hijriah. Imam Ahmad bin Hanbal meninggalkan kepada dunia Islam kitab hadithnya
yang terkenal iaitu "al-Musnad" yang mengandungi lebih kurang 30,000 hadith
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan atsar para sahabat radhiallahu ‘anhum. Dua
orang anaknya yang utama meneruskan perjuangan ayah mereka, iaitu ‘Abdullah bin
Ahmad dan Shaleh bin Ahmad.

Sumber: repository.uin-suska.ac.id

Selasa, 12 September 2017

Syeikh Abdur Rahman al-Akhdhari, ulama sufi pengarang kitab nadham

Salah satu kitab yang menjadi pegangan wajib dalam mempelajari ilmu mantiq adalahKitab Sulam Munawwaraq yang merupakan kitab berbentuk nadham yang menjadi panduan bagi para pemula ilmu mantiq. Kitab ini di karang oleh Syeikh Abdur Rahman al-Akhdhari.
Ada dua kitab Syeikh Abdur Rahman al-Akhdhari yang di jadikan kitab kurikulum di dayah-dayah di Aceh khususnya dan pesantren di Nusantara umumnya. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami akan menyajikan biografi singkat Syeikh Abdur Rahman al-akhdhari yang kami kumpulkan dari beberapa sumber.

Nama lengkap beliau adalah Abu Yazid Abdur Rahman bin Muhammad ash-Shughayyra bin Amir al-Akhdhari. Al-Akhdhari tersebut di nisbahkan kepada Al-Akhdhar, nama satu bukit di Aljazair. Dari pihak ayah, nasab beliau bersambung hingga salah satu shahabat Rasulullah SAW, al-Abbas bin Mirdas bin Abi Amir as-Sulami. 

Terjadi perbedaan pendapat para ahli sejarah tentang tahun kelahiran Imam al-Akhdary. Menurut sebagian ahli sejarah beliau lahir di desa Benthious, Zab bagian barat, Aljazair tahun 910 H/1504 M dan wafat tahun 953 H/1546 M, pendapat yang lain mengatakan beliau lahir tahun 918 H/1512 M dan wafat tahun 953 H/1546 M. Namun kalau melihat keterangan beliau sendiri pada akhir kitab Matan Sulam Munawraq, di mana beliau mengatakan selesai mengarang kitab Matan sulam dalam usia 21 pada tahun 941 H maka dapat di simpulkan bahwa beliau lahir sekitar tahun 920 H. Beliau lahir dalam lingkungan keluarga yang berpegang teguh pada syara` dan membenci perbuatan yang menyalahi kitab dan sunnah. Bapak beliau merupakan seorang ulama yang mengarang hasyiah bagi kitab Sayyidi Jalil. Kakek beliau Syeikh Muhammad bin Amir juga seorang ulama tasawuf.

Beliau mengambil ilmu dari ayah beliau sendiri Muhammad ash-Shughayyar dan dari abang kandung beliau sendiri Syeikh Ahmad. Kemudian beliau belajar kepada para ulama lain dari daerah Zab, antara lain Syeikh Shufi Abdur Rahman bin Laqrun, Syeikh Abu Thaiyib, Syiekh Abdul Hadi al-Fathnasi, kemudian melanjutkan belajar beliau ke Propinsi Konstantin, aljazair dan mengambil ilmu dari Syeikh Umar bin Muhammad al-Kumad al-Anshari al-Qusanthy yang masyhur dikenal dengan nama al-Wazan.
Dalam usia muda beliau telah menguasai berbagai macam ilmu dan telah mengajarkan berbagai macam ilmu seperti Falak, Manthiq, Hisab, Balaghah, lughah, Nahwu, Tauhid, Fiqh, Faraidh dan tasawuf. Beliau menghabiskan masa beliau dalam mengajar dan menyebarkan ilmu selain juga menekuni beribadah kepada Allah. Dalam waktu-waktu tertentu beliau berkhalwat dengan memfokuskan diri untuk berzikir dan beribadah kepada Allah.
Beliau juga mengatur waktu untuk menulis kitab dalam berbagai macam disiplin ilmu. Murid-murid Imam al-Akhdhari berdatangan dari berbagai daerah. Beliau mengajarkan kitab-kitab yang beliau karang sendiri di hadapan para pelajar di kota Benthious, kota tempat makam beliau berada.
Selain itu Imam al-Akhdhari di kenal sebagai seorang ulama sufi yang mustajabah doanya. Imam Ahmad Damanhuri dalam syarah beliau atas matan Sulam, Idhah Mubham mengatakan bahwa “guru beliau mengabarkan dari para guru-gurunya bahwa pengarang (Syeikh Abdur Rahman al-Akhdhari) adalah salah seorang pembesar ulama sufi dan mustajabah doa”.
seperti doa beliau pada muqaddimah Matan Sulam, supaya Allah menjadikan kitab beliau tersebut bermanfaat bagi para pelajar dan menjadi jalan untuk memahami kitab-kitab mantiq yang lebih tinggi. Imam Ahmad Damanhuri mengatakan“sungguh Allah telah mengabulkan permiantaan beliau, setiap orang yang membaca kitab beliau ini dengan sungguh-sungguh, Allah bukakan baginya pemahaman dalam ilmu ini (ilmu mantiq) dan sungguh kami telah menyaksikan demikian”. 

Kitab-kitab Karya Imam al-Akhdhari

Imam al-Akhdhari memulai menulis semenjak masa usia muda belia, beliau menulis nadham as-Siraj fil Falak dalam usia 17 tahun, nadham azahari al-Mathalib fi Astharlab dalam usia 20 tahun dan nadham Sulam Munawraq dalam usia 21 tahun sebagaimana beliau terangkan sendiri pada akhir nadham Sulam Munawraq. Nadham al-Qudsyah beliau karangan ketika berusia 24 tahun sedangkan nadham Jauhar Maknun beliau karang ketika beliau berusia 30 tahun.
Tulisan karya Imam al-Akhdhari terdiri dari berbagai macam ilmu, beliau memiliki karya tulis sebanyak 20 karangan dan bahkan ada yang mengatakan lebih dari 30 karangan baik yang masih ada saat ini maupun yang sudah tidak di temukan lagi saat ini.
Kebanyakan karya beliau berbentuk nadham atau ringkasan dari matan kitab lain yang lebih besar. Hal ini merupakan upaya beliau untuk mempermudah para pelajar menghafal berbagai macam masalah dalam setiap ilmu. Beliau juga mensyarah sendiri beberapa nadham yang beliau karang. Dalam kitabnya, beliau banyak menekankan kepada pendidikan akhlak, tawasuf bahkan ketika memberikan contoh-contoh tarkib dalam ilmu balaghah dalam kitab Jauhar Maknun berisi tentang ajaran-ajaran tasawuf dan akhlak. Hal ini menunjuki kesufian beliau sehingga terbawa dalam kata-kata beliau yang beliau bawakan sebagai contoh dalam tarkib kalam dalam ilmu balaghah. Ini juga merupakan upaya beliau dalam menanamkan nilai-nilai tasawuf dalam dada para murid beliau.
seperti contoh yang beliau bawakan dalam kitab Jauhar Maknun pada bab Isnad Khabari :
كقولنا لعالم ذي غفلة الذكر مفتاح لباب الحضرة
seperti perkatakan kita bagi orang alim yang lalai, zikir adalah kunci bagi pintu hadhrat.

pada bab Musnad Ileih beliau memberikan contoh:
كـحبذا طريقة الصوفية تهدي إلى المرتبة العلية
seperti “sebaik-baik jalan adalah jalan shufiyah, yang menunjuki jalan yang tinggi

وفصله يفيد قصر المسند عليه كـالصوفي هو المهتدي
fashal musnad ileh memberi faedah qashar musnad atasnya seperti “hanyalah orang shufi yang mendapat petunjuk”. 

dll

Contoh-contoh ini memperlihatkan bahwa dalam celah-celah mengajar ilmu alat, beliau juga berusaha menanamkan nilai-nilai akhlak dan tawasuf kepada para murid-muridnya. 

Diantara beberapa kitab karangan beliau adalah:
  1. Nadham Risalah fi ilm Hisab terdiri dari 117 bait, kitab ini telah di cetak beberapa kali, antara lain cetakan qahirah tahun 1369 H/1949 M dalam cetakan majmuk Muhimmat al-Mutun.
  2. ad-Durrah al-Baidhah fil Hisab wa al-Faraidh, terdiri dari 500 bait, terdiri dari tiga bagian, bagian pertama tentang maudhu` ilmu hisab, bagian kedua fiqh faraidh dan bagian ketiga cara pembagian tirkah. kitab ini juga telah di cetak beberapa kali antara lain cetakan Qahirah tahun 1309 H/1891 M dan juga pada tahun 1325 H/1907 M dengan di sertai syarahnya. Bagian kedua kitab ini pernah di syarah oleh Syiekh Muhammad Shadiq asy-Syathi, Syeikh Muhammad ad-Darnawi (w. 1199 H).
  3. Matn al-Kahdhari fi al-`ibadah, sebuah risalah dalam bidang fiqh ibadah berdasarkan mazhab Maliky. Kitab ini telah di cetak beberapa cetakan dan pernah di syarah oleh Abdul Lathif bin Musbih al-Murdasi al-Qusanthiny (w. 980 H/1572 M)
  4. Mandhumah al-qudsiyah, terdiri dari 357 bait, beliau karang tahun 944 H/1537 M. Kitab ini menerangkan tentang tasawuf, nasehat dan petunjuk agama dan akhlak. Nadham ini di syarah oleh banyak para ulama, antara lain oleh Syeikh Husen al-Wartalani (w. 1193 H/1778 M) dengan nama al-Kawakib al-`irfaniyah wa asy-Syawariq al-Ansiyah fi Syarh alfadh al-Qudtsiyah
  5. ar-Raihah fi Madh ar-Rasulillah terdiri dari 163 bait yang berisi pujian kepada Rasulullah SAW dan nasehat
  6. Qashidah al-Lamiyah fi Tasawuf wa al-Irsyad ad-Diny
  7. Nadham Jauhar Maknun fi Tsalatsati al-funun (Ma`ani, Bayan dan Badi`) terdiri dari 291 bait. kitab ini merupakan ringkasan dari kitab Talkhish fi Balaghah karangan Khatib Khazwaini sebagaimana beliau terangkan sendiri dalam bait jauhar maknun. Kitab ini sempat beliau beri syarah sendiri dalam satu syarah yang lebih besar dari kitab asalnya, Talkhish Khazwaini. ulama lain yang juga mensyarahnya adalah Syeikh Ibrahim bin Abi `ilaq az-Zabidy, Syeikh Ahmad Mubarakk al-Qusanthini, Ulama lain yang mensyarah kitab ini adalah Syeikh Ahmad Damanhuri, Syeikh al-Azhar ke 10 yang kemudian di beri hasyiah oleh Syeikh Makhluf bin Muhammad al-Badawi yang saat ini banyak di pakai di berbagai lembaga pendidikan di dunia.
  8. Matan Sulam Murawnaq fi ilm Mantiq terdiri dari 144 bait. Beliau juga mensyarah nadham ini yang saat ini di cetak pada bagian kedua setelah kitab Idhahul Mubham yang merupakan syarah Seikh Ahmad Damanhuri atas matan Sulam ini. Ulama lain yang ikut mensyarah kitab matan sulam adalah Syeikh Ibrahim al-Bajuri, Syeikh Muhammad al-Inbabi, Syeikh Muhammad at-Tafani, Syeikh Sa`id bin Ibrahim Qadurah, Syeikh al-Banani yang kemudian di beri hasyiah oleh syeikh Muhammad bin Abi Syuaib Bu`isyrin (w. 1364 H), Syeikh Muhammad ad-Dimyati (w. 1178 H), Syeikh Hasan Darwis al-Quwaisuni, juga di syarah oleh Saif Sunnah Syeikh Sa’id Faudah, ulama Jordania saat ini yang gigih mempertahankan aqidah Asyairah wal Maturidiyah. Nadham matan Sulam juga di beri tambahan nadham (tausyih) oleh Syeikh Abdu Salam sehingga jumlah nadhamnya menjadi 440 bait yang kemudian di syarah oleh Syeikh Muhammad Mahfudh bin Syeikh bin Fahaf dengan nama kitab beliau Raf`ul A`lam `ala Sulam al-Akhdhari. Kitab Matan Sulam Munawraq ini pernah di terjemahkan kedalam bahasa Perancis oleh Luciani. J.D. (1851-1932) seorang misionaris perancis dengan nama Le soullam Traite De Logique
  9. Mandhumah as-Siraj fi Ilm al-falak. Kitab ini di syarah oleh beberapa ulama, antara lain; Syeikh Abdul Aziz bin Ahmad bin Muslim al-Farisi, salah satu murid beliau sendiri, Syeikh Sahnun bin Usman al-Maidawi al-Wansyarisi dengan nama Mufid al-Muhtaj fi Syarh Siraj (di cetak tahun 1324 H/1906 M)
  10. Mandhumah Azhar fi Ilm bi al-astharlab sebuah nadham tentang alat ilmu falak astralabe.
  11. al-faraid al-Ghurra` fil Tauhid
  12. ad-Darratul Bagiyah fi Nahwi
  13. dll

Dalam beberapa nadhamnya, Syeikh Abdur Rahman al-Akhdhari meratapi keadaan masa itu yang sudah penuh dengan kejahilan dan kefasikan serta keadaan ilmu yang semakin yang kurang. Dalam nadham Sulam Munawraq beliau mengatakan :
لا سيما فى عاشر القرون ذى الجهل والفساد والفنون
terlebih lagi pada kurun ke sepuluh, yang penuh kebodohan, kerusakan dan kegilaan.

Dalam nadham al-Qudtsiyah beliau juga meratapi keadaan ilmu dan ahli ilmu pada masa itu:

هذا زمان كثرت فيه البدع واضطربت عليه امواج الخداع
وخمست شمس الهدى وافلت من بعد ما قد بزغت وكملت
والدين قد تهدمت اركانه والزور طبق الهوى دخانه

zaman ini adalah zaman yang banyak bid`ah, dan di goncang oleh gelombang tipuan
tertutuplah matahari petunjuk dan ia terbenam, setelah ia terbit dan sempurna
sungguh telah hancurlah tiang agama, asap kefasikan telah menutupi hawa

dan masih banyak nadham-nadham beliau yang menceritakan kerusakan zaman dan masa tersebut serta keadaan ilmu agama yang cahayanya semakin redup.

Sumber: di rangkum dari

  1. Kitab Abdur Rahman al-Akhdhari `Alim ash-Shufi allazi tafawwaqafi `ashrihi karangan Bunuriani ad-Daraji, Aljazair, Cet ke 2 tahun 2009, Bled edition.
  2. Idhahul Mubham fi Syarh Sulam, Syeikh Ahmad Damanhuri, Haramain
  3. Mu`jam al-Muallifin, Umar Ridha Kahalah, Beirut, Dar Ihya at-Turas al-Arabi, tt
  4. lbm.mudimesra.com

TERJEMAHAN KITAB MATAN JURUMIYAH

TERJEMAHAN KITAB MATAN JURUMIYAH (LENGKAP)

بسم الله الرحمن الرحيم
Bismillahirrahmanirrahim.

Segala Puji Bagi Allah Yang Menurunkan Al-Qur'an dengan Bahasa Arab. Shalawat serta Salam semoga Tercurah-limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw paling utamanya makhluq yang berbicara dan berbahasa. Dan juga kepada keluarganya, para shahabatnya dan para tabi'in dan taabi'it taabi'iin bi ihsaanin ilaa yaumiddin…. Dan semoga Allah mengangkat kita bersama-sama mereka didalam rumah akhirat yang tentram tanpa belenggu rasa kesah dan kelu. Aamiiin.

Amma Ba'du:
Berkata Kyai Mushannif Ibnu Aajurruumi Muhammad bin Muhammad bin Dawud As-Shanhaji Alfaasiy (627-723 H. / 1273-1323 M.) semoga Allah Merahmatinya dan semoga kami mendatapkan Ilmu yang Manfa'at berkat Ilmu-ilmunya. Aamiin.

أنواع الكلام

الكلام هو اللفظ المركب المفيد بالوضع .
وأقسامه ثلاثة : اسم ، وفعل ، وحرف جاء لمعنى .
فالاسم يعرف : بالخفض ، والتنوين ، ودخول الألف واللام ، وحروف الخفض وهي : من وإلى وعن وعلى وفي ورب والباء والكاف واللام وحروف القسم وهي : الواو والباء والتاء .
والفعل يعرف بقد والسين و ( سوف ) وتاء التأنيث الساكنة .
والحرف مالا يصلح معه دليل الاسم ولا دليل الفعل .

Macam-macam Kalam

Telah berkata pengarang kitab ini (As Syaikh Ash Shanhajy) rahimahullah :
Al kalam (kalimat) adalah Lafadz yang tersusun yang berfaedah dengan bahasa arab. Penyusun kalimat itu ada tiga: Isim, fi’il, dan huruf yang memiliki arti.

(1) Isim itu dapat dikenali dengan keberadaan  khafadh, tanwin, dan kemasukan alif dan lam. Huruf khafadh itu adalah :
مِنْ (dari),  إِلَى(ke), عَنْ (dari),  عَلَى(di atas),فِي (di), رُبَّ (jarang), بِ (dengan), كَ (seperti), لِ (untuk) Isim dapat dikenali juga dengan huruf qasam (sumpah) yaitu waw, ba dan ta.

(2) Fiil itu dikenali dengan keberadaan:
قَدْ (sungguh/terkadang), سَ (akan) ، سَوْفَ(akan) ، تَاءِ اَلتَّأْنِيثِ اَلسَّاكِنَةِ (ta ta’nits yang mati)

(3) Huruf itu adalah sesuatu yang tidak memenuhi ciri-ciri isim dan fi’il

*****************

باب الإعراب
Bab Al I’rab

الإعراب هو تغيير أواخر الكلم لاختلاف العوامل الداخلة عليها لفظاً أو تقديراً .
وأقسامه أربعة : رفع ونصب وخفض وجزم فللأسماء من ذلك الرفع والنصب والخفض ولا جزم فيها وللأفعال من ذلك الرفع والنصب والجزم ولا خفض فيها .

I’rab itu adalah berubahnya akhir kata karena perbedaan amil-amil yang masuk atasnya baik secara lafadz atau taqdir. Pembagian i’rab itu ada empat:
  1. Rafa’
  2. Nashab
  3. Khofadh /Jar
  4. Jazm.
Setiap isim itu bisa dalam kondisi rafa’, nashab, khafad akan tetapi tidak mungkin dalam kondisi jazm
Setiap fi’il itu bisa dalam kondisi rafa’, nashab, jazm akan tetapi tidak mungkin dalam kondisi khafadh.


*******************
باب معرفة علامات الإعراب
BAB MENGENAL TANDA-TANDA I’RAB

TANDA ROFA'

للرفع أربع علامات : الضمة والواو والألف والنون
Rafa’ memiliki  empat tanda:
  1. Dhammah
  2. Huruf Waw
  3. Huruf Alif
  4. Huruf Nun
فأما الضمة فتكون علامة للرفع في أربعة مواضع : الاسم المفرد وجمع التكسير وجمع المؤنث السالم والفعل المضارع الذي لم يتصل بآخره شيء
Dhammah menjadi tanda bagi rafa’ pada empat tempat :
  1. Isim Mufrad,
  2. Jama’ taktsir
  3. Jama’ muannas salim, dan
  4. Fiil mudhari’ yang tidak bersambung di akhirnya dengan sesuatu
وأما الواو فتكون علامة للرفع في موضعين : في جمع المذكر السالم وفي الأسماء الخمسة وهي : أبوك وأخوك وحموك وفوك وذو مال
Huruf Waw menjadi tanda bagi rafa’ pada  dua tempat :
  1. Jama’ mudzakkar salim, dan
  2. Isim-isim yang lima yaitu
أَبُوكَ, وَأَخُوكَ, وَحَمُوكَ, وَفُوكَ, وَذُو مَالٍ
(Bapak mu, saudara laki-laki mu , ipar mu, mulut mu, pemilik harta )

وأما الألف فتكون علامة للرفع في تثنية الأسماء خاصة
Huruf Alif menjadi tanda bagi rafa’ pada isim-isim tatsniyyah yang tertentu

وأما النون فتكون علامة للرفع في الفعل المضارع إذا اتصل به ضمير التثنية أو ضمير جمع أو ضمير المؤنثة المخاطبة
Huruf Nun menjadi tanda bagi rafa’ pada fi’il mudhari yang bersambung dengan:
  1. dhamir tatsniyah,
  2. dhamir jama’, dan
  3. dhamir muannats mukhatabah


TANDA NASHAB

وللنصب خمس علامات : الفتحة والألف والكسرة والياء وحذف النون
B. Nashab memiliki  lima tanda:
  1. Fathah
  2. Huruf alif
  3. kasrah
  4. Huruf Ya
  5. Hadzfunnuun (membuang nun) 
فأما الفتحة فتكون علامة للنصب في ثلاثة مواضع : في الاسم المفرد وجمع التكسير والفعل المضارع إذا دخل عليه ناصب ولم يتصل بآخره شيء
Fathah menjadi tanda bagi nashab pada tiga tempat :
  1. Pada Isim Mufrad
  2. Jama’ taksir, dan
  3. fi’il Mudhari apabila masuk atasnya amil yang menashobkan dan tidak bersambung di akhirnya dengan sesuatupun
وأما الألف فتكون علامة للنصب في الأسماء الخمسة نحو : رأيت أباك وأخاك وما أشبه ذلك
Huruf Alif menjadi tanda bagi nashab pada isim-isim yang lima contohnya :
رَأَيْتُ أَبَاكَ وَأَخَاك (aku melihat bapakmu dan saudaramu) dan apa-apa yang menyerupai contoh ini.

وأما الكسرة فتكون علامة للنصب في جمع المؤنث السالم
Kasrah menjadi tanda bagi nashab pada jama’ muannats salim

وأما الياء فتكون علامة للنصب في التثنية والجمع
Huruf Ya menjadi tanda bagi nashab pada tatsniyah dan jama’ (mudzakkar salim)

وأما حذف النون فيكون علامة للنصب في الأفعال الخمسة التي رفعها بثبوت النون
Hadzfunnuun (membuang huruf nun), menjadi tanda bagi nashab pada fi’il-fi’il yang lima yang ketika rafa’nya dengan tetap nun.


TANDA JAR

وللخفض ثلاث علامات : الكسرة والياء والفتحة
Khafadh memiliki  3 tanda:   
  1. Kasrah
  2. Huruf Ya
  3. Fathah
فأما الكسرة فتكون علامة للخفض في ثلاثة مواضع : في الاسم المفرد المنصرف وجمع التكسير المنصرف وجمع المؤنث السالم
Kasrah menjadi tanda bagi khafadh pada tiga tempat:
  1. Isim Mufrad yang menerima tanwin
  2. jama’ taksir yang menerima tanwin, dan
  3. jama’ muannats salim
وأما الياء فتكون علامة للخفض في ثلاثة مواضع : في الأسماء الخمسة وفي التثنية والجمع
Huruf ya menjadi tanda bagi khafadh pada tiga tempat:
  1. Pada isim-isim yang lima (al asmaul khamsah)
  2. Isim Tatsniyah, dan
  3. jama’
وأما الفتحة فتكون علامة للخفض في الاسم الذي لا ينصرف
Fathah menjadi tanda bagi khafadh pada isim-isim yang tidak menerima tanwin (isim ghairu munsharif)


TANDA JAZM

وللجزم علامتان : السكون والحذف
Jazm memiliki  2 tanda:
  1. Sukun
  2. Al hadzfu (membuang)
فأما السكون فيكون علامة للجزم في الفعل المضارع الصحيح الآخر
Sukun menjadi tanda bagi jazm pada fi’il yang shahih akhirnya

وأما الحذف فيكون علامة للجزم في الفعل المضارع المعتل الآخر وفي الأفعال الخمسة التي رفعها بثبات النون
Al hadzfu menjadi tanda bagi jazm pada fi’il mudhari yang mu’tal akhirnya dan pada fi’il-fi’il yang ketika rafa’nya dengan tetap nun.
فَصْلٌ اَلْمُعْرَبَاتُ
Fashl (pasal), Kata-kata yang di-Irab

الْمُعْرَبَاتُ قِسْمَانِ قِسْمٌ يُعْرَبُ بِالْحَرَكَاتِ . وَقِسْمٌ يُعْرَبُ بالْحُرُوفِ
Kata yang di- i’rab itu ada dua:
  1. Kata yang di-i’rab dengan harkat (baris)
  2. Kata yang di-i’rab dengan huruf.

فَالَّذِي يُعْرَبُ بالْحَرَكَاتِ أَرْبَعَةُ أَنْوَاعٍ : الاِسْمُ الْمُفْرَدُ ، وَجَمْعُ التَّكْسِيرِ ، وَجَمْع الْمُؤَنَّثِ السَّالِمِ ، وَالْفِعْلُ الْمُضَارِعُ الَّذِي لَمْ يَتَّصِلْ بآخِرِهِ شَيْءٌ
Kata  yang di-i’rab dengan baris itu ada empat macam :
  1. Isim Mufrad
  2. Jama’ taktsir
  3. Jama’ muannats salim, dan
  4. Fi’il Mudhari’ yang tidak bersambung dengan akhirnya sesuatu

وكلُّها . تُرفَع بالضَّمَّة وتُنصَب بالفتحة ، وتُخفَض بالكسرة ، وتُجزَم بالسكون. وخرج عن ذلك ثلاثة أشياء : جمع المؤنث السالم يُنصب بالكسرة ، والاسمُ الذي لا ينصرف يخفض بالفتحة ، والفعل المضارع المعتلُّ الآخر يُجْزَم بحذف آخره
Semua kata itu di-rafa’-kan dengan dhammah, di-nashab-kan dengan fathah, dan di-jazm-kan dengan sukun kecuali untuk tiga kondisi;
  1. jama’ muannats salim di-nashab-kan dengan kasrah
  2. Isim ghairu munsharif di-khafadh-kan dengan fathah
  3. fi’il mudhari’ mu’tal di-jazm-kan dengan membuang akhirnya

والذي يعرب بالحروف أربعة أنواع : التثنية وجمع المذكر السالم ، والأسماء الخمسة ، والأفعال الخمسة ، وهي : يفعلان ، وتفعلان ، ويفعلون ، وتفعلون ، وتفعلين
Kata yang di-i’rab dengan huruf itu ada empat macam :
  1. Isim Tatsniyah
  2. Jama’ mudzakkar salim
  3. isim-isim yang lima, dan
  4. fi’il-fiil yang lima, yaitu: يَفْعَلَانِ، وَتَفْعَلَانِ، وَيَفْعَلُونَ، وَتَفْعَلُونَ، وَتَفْعَلِينَ

فأما التثنية فترفع بالألف وتنصب وتخفض بالياء
Isim tatsniyah : di-rafa’-kan dengan huruf alif, di-nashab-kan dengan huruf ya dan di-khafadh-kan dengan huruf ya.

وأما جمع المذكر السالم فيرفع بالواو وينصب ويخفض بالياء
Jama’ mudzakkar salim: dirafa’kan dengan huruf waw, di-nashab-kan dengan huruf ya dan di-khafadh-kan dengan huruf ya.

أما الأسماء الخمسة فترفع بالواو وتنصب بالألف ، وتخفض بالياء
Isim-isim yang lima: di-rafa’-kan dengan huruf waw, di-nashab-kan dengan huruf alif, dan di-khafadh-kan dengan huruf ya.

وأما الأفعال الخمسة فترفع بالنون وتنصب وتجزم بحذفها
Fi’il-fi’il yang lima: di-rafa’-kan dengan huruf nun, di-nashab-kan serta di-jazm-kan dengan membuang huruf nun.


*******************

فَصْلٌ اَلْمُعْرَبَاتُ
Fashl (pasal), Kata-kata yang di-Irab

الْمُعْرَبَاتُ قِسْمَانِ قِسْمٌ يُعْرَبُ بِالْحَرَكَاتِ . وَقِسْمٌ يُعْرَبُ بالْحُرُوفِ
Kata yang di- i’rab itu ada dua:
  1. Kata yang di-i’rab dengan harkat (baris)
  2. Kata yang di-i’rab dengan huruf.

فَالَّذِي يُعْرَبُ بالْحَرَكَاتِ أَرْبَعَةُ أَنْوَاعٍ : الاِسْمُ الْمُفْرَدُ ، وَجَمْعُ التَّكْسِيرِ ، وَجَمْع الْمُؤَنَّثِ السَّالِمِ ، وَالْفِعْلُ الْمُضَارِعُ الَّذِي لَمْ يَتَّصِلْ بآخِرِهِ شَيْءٌ
Kata  yang di-i’rab dengan baris itu ada empat macam :
  1. Isim Mufrad
  2. Jama’ taktsir
  3. Jama’ muannats salim, dan
  4. Fi’il Mudhari’ yang tidak bersambung dengan akhirnya sesuatu

وكلُّها . تُرفَع بالضَّمَّة وتُنصَب بالفتحة ، وتُخفَض بالكسرة ، وتُجزَم بالسكون. وخرج عن ذلك ثلاثة أشياء : جمع المؤنث السالم يُنصب بالكسرة ، والاسمُ الذي لا ينصرف يخفض بالفتحة ، والفعل المضارع المعتلُّ الآخر يُجْزَم بحذف آخره
Semua kata itu di-rafa’-kan dengan dhammah, di-nashab-kan dengan fathah, dan di-jazm-kan dengan sukun kecuali untuk tiga kondisi;
  1. jama’ muannats salim di-nashab-kan dengan kasrah
  2. Isim ghairu munsharif di-khafadh-kan dengan fathah
  3. fi’il mudhari’ mu’tal di-jazm-kan dengan membuang akhirnya

والذي يعرب بالحروف أربعة أنواع : التثنية وجمع المذكر السالم ، والأسماء الخمسة ، والأفعال الخمسة ، وهي : يفعلان ، وتفعلان ، ويفعلون ، وتفعلون ، وتفعلين
Kata yang di-i’rab dengan huruf itu ada empat macam :
  1. Isim Tatsniyah
  2. Jama’ mudzakkar salim
  3. isim-isim yang lima, dan
  4. fi’il-fiil yang lima, yaitu: يَفْعَلَانِ، وَتَفْعَلَانِ، وَيَفْعَلُونَ، وَتَفْعَلُونَ، وَتَفْعَلِينَ

فأما التثنية فترفع بالألف وتنصب وتخفض بالياء
Isim tatsniyah : di-rafa’-kan dengan huruf alif, di-nashab-kan dengan huruf ya dan di-khafadh-kan dengan huruf ya.

وأما جمع المذكر السالم فيرفع بالواو وينصب ويخفض بالياء
Jama’ mudzakkar salim: dirafa’kan dengan huruf waw, di-nashab-kan dengan huruf ya dan di-khafadh-kan dengan huruf ya.

أما الأسماء الخمسة فترفع بالواو وتنصب بالألف ، وتخفض بالياء
Isim-isim yang lima: di-rafa’-kan dengan huruf waw, di-nashab-kan dengan huruf alif, dan di-khafadh-kan dengan huruf ya.

وأما الأفعال الخمسة فترفع بالنون وتنصب وتجزم بحذفها
Fi’il-fi’il yang lima: di-rafa’-kan dengan huruf nun, di-nashab-kan serta di-jazm-kan dengan membuang huruf nun.

*******************

باب الأفعال

Bab Fi’il-fi’il (Kata Kerja)

الأفعال ثلاثة : ماضٍ ومضارع وأمر نحو : ضرب ويضرب واضرب .

Fi’il itu ada tiga :1. Fiil Madhi2. Fiil Mudhari’3. Fiil AmrContohnya ضَرَبَ(madhi), (mudhari’) , يَضْرِبُ (‘amr) اِضْرِبْ

فالماضي مفتوح الآخر أبداً .

Fiil Madhi itu selalu di-fathah-kan

والأمر مجزوم أبداً .

Fiil amar selalu di-jazm-kan

والمضارع ما كان في أوله إحدى الزوائد الأربع التي يجمعها قولك ( أنيت ) وهو مرفوع أبداً حتى يدخل عليه ناصب أو جازم .

Fiil mudhari’ itu fiil yang di awalnya terdapat salah satu dari huruf tambahan yang empat yang terkumpul dalam perkataan أَنَيْتُ(hamzah, nun, ya, dan ta). Fiil mudhari’ itu selalu di-rafa’-kan kecuali ada amil (huruf) nashab atau jazm yang masuk padanya.

فالنواصب عشرة وهي :

Amil nashab (hal yang me-nashab-kan) itu ada sepuluh, yaitu:

أنْ و لن و إذن وكي و لام كي و لام الجحود و حتى و الجواب بالفاء و الواو و أو .

أَنْ(bahwa), لَنْ(tak akan), إِذَنْ (jadi, kalau begitu), كَيْ (supaya), لَامُ كَيْ(lam dengan makna supaya), لَامُ اَلْجُحُودِ (lam pengingkaran), حَتَّى (sehingga), الْجَوَابُ بِالْفَاءِ, الْوَاوِ, أَوْ(kalimat jawab dengan fa, wa, dan aw).

والجوازم ثمانية عشر وهي :

Amil jazm (hal yang me-jazam-kan) itu ada delapan belas, yaitu :

لم ، ولما ، و ألمْ ، وألمَّا ، ولام الأمر والدعاء ، و ( لا ) في النهي والدعاء ، وإن ، وما ومهما ، وإذ ، وإذما ، وأي ، ومتى ، وأين ، وأيان ، وأنَّى ، وحيثما ، وكيفما ، وإذاً في الشعر خاصة .

لَمْ (tidak), لَمَّا(belum), أَلَمْ(tidakkah?), أَلَمَّا(belumkah?), لَامُ اَلْأَمْرِ وَالدُّعَاءِ(Lam untuk perintah dan permohonan), ”لَا” فِي اَلنَّهْيِ وَالدُّعَاءِ(la untuk larangan dan permohonan), إِنْ (jika)،مَا (apa)، مَنْ (siapa)،مَهْمَا(apapun), إِذْمَا (kalau)، أَيٌّ (mana, sesuatu apa)، مَتَى(kapan), أَيْنَ (dimana) أَيَّانَ (kapan), أَنَّى(bagaimana), حَيْثُمَا(dimanapun), كَيْفَمَا(bagaimanapun), إِذًا فِي اَلشِّعْرِ خاصة. (dan “Jika demikian” pada syair tertentu)

******************* 

باب مرفوعات الأسماء

Bab Isim-isim yang Dirafa’kan

المرفوعات سبعة وهي : الفاعل ، والمفعول الذي لم يسم فاعله ، والمبتدأ ، وخبره واسم كان وأخواتها وخبر إن وأخواتها والتابع للمرفوع وهو أربعة أشياء : النعت والعطف والتوكيد والبدل

Isim-isim yang di-rafa’-kan itu ada tujuh :1. Isim Faa’il2. Isim Maf’ul yang tidak disebut failnya (naaibul fa’il)3. Mubtada4. khabar mubtada5. Isim Kaana dan saudara-saudaranya6. khabar inna dan saudara-saudaranya7. pengikut dari yang di-rafa’-kan, yaitu ada empat : Na’at, ‘athaf, taukid, dan badal

*******************


باب الفاعل

Bab Faa’il (Pelaku)

الفاعل هو : الاسم المرفوع المذكور قبله فعله .

Faa’il (pelaku) termasuk isim yang di-rafa’-kan yang disebut setelah fi’il (perbuatan) nya. 

وهو على قسمين : ظاهر ومضمر .

Dan faa’il itu ada dua jenis:1. Faa’il isim dzhahir2. Faa’il isim dhamir

فالظاهر نحو قولك : قام زيد ويقوم زيد وقام الزيدان ويقوم الزيدان وقام الزيدون ويقوم الزيدون وقام الرجال ويقوم الرجال وقامت هند ، وتقوم هند ، وقامت الهندان ، وتقوم الهندان ، وقامت الهندات ، وتقوم الهندات ، وتقوم الهنود ، وقام أخوك ، ويقوم أخوك ، وقام غلامي ، ويقوم غلامي ، وام أشبه ذلك .

Faa’il isim dzhahir itu contohnya seperti:

قَامَ زَيْدٌ, وَيَقُومُ زَيْدٌ, وَقَامَ الزَّيْدَانِ, وَيَقُومُ الزَّيْدَانِ, وَقَامَ الزَّيْدُونَ, وَيَقُومُ الزَّيْدُونَ, وَقَامَ اَلرِّجَالُ, وَيَقُومُ اَلرِّجَالُ, وَقَامَتْ هِنْدٌ, وَقَامَتْ اَلْهِنْدُ, وَقَامَتْ الْهِنْدَانِ, وَتَقُومُ الْهِنْدَانِ, وَقَامَتْ الْهِنْدَاتُ, وَتَقُومُ الْهِنْدَاتُ, وَقَامَتْ اَلْهُنُودُ, وَتَقُومُ اَلْهُنُودُ, وَقَامَ أَخُوكَ, وَيَقُومُ أَخُوكَ, وَقَامَ غُلَامِي, وَيَقُومُ غُلَامِي,(Zaid telah berdiri, Zaid sedang berdiri, Dua orang (bernama) Zaid telah berdiri, Dua orang (bernama) Zaid sedang berdiri, Orang-orang (bernama) Zaid telah berdiri, Orang-orang (bernama) Zaid sedang berdiri, Para laki-laki telah berdiri, Para laki-laki sedang berdiri, Hindun telah berdiri, Hindun sedang berdiri, Dua orang (bernama) Hindun telah berdiri, Dua orang (bernama) Hindun sedang berdiri, Orang-orang bernama hindun telah berdiri, Orang-orang bernama hindun sedang berdiri, Hindun-hindun telah berdiri, Hindun-Hindun Sedang berdiri, Saudara laki-laki mu telah berdiri, Saudara laki-laki mu sedang berdiri, Budak ku telah berdiri, Budak ku sedang berdiri )

والمضمر اثنا عشر ، نحو قولك : (( ضربت ، وضربنا ، وضربتَ ، وضربتِ ، وضربتما وضربتم ، وضربتن ، وضرب ، وضربتْ ، وضربا ، وضربوا ، وضربن ))

Faa’il isim dhamir itu ada 12, yaitu :

ضَرَبْتُ, وَضَرَبْنَا, وَضَرَبْتَ, وَضَرَبْتِ, وَضَرَبْتُمَا, وَضَرَبْتُمْ, وَضَرَبْتُنَّ, وَضَرَبَ, وَضَرَبَتْ, وَضَرَبَا, وَضَرَبُوا, وضربن(aku telah memukul, kami telah memukul, kamu (lk) telah memukul, kamu (lk) telah memukul, , kalian berdua telah memukul, kalian (lk) telah memukul, kalian (pr) telah memukul, dia (lk) telah memukul, dia (pr) telah memukul, mereka berdua telah memukul, mereka (lk) telah memukul, mereka (pr) telah memukul)

******************* 

باب المفعول الذي لم يسم فاعله

Bab Maf’ul yang tidak disebut Faa’ilnya (Naaibul faa’il)

وهو : الاسم ،المرفوع ،الذي لم يذكر معه فاعله.Naaibul faa’il adalah isim yang di-rafa’-kan yang tidak disebut bersamanya faa’ilnya

فإن كان الفعل ماضيا ضم أوله وكسر ما قبل آخره ،Jika fi’il madhi maka huruf pertama nya di-dhammah-kan dan satu huruf sebelum huruf terakhir dikasrahkan

وإن كان مضارعا ضم أوله وفتح ما قبل آخره .Jika fi’il mudhari’ maka huruf pertama nya di-dhammah-kan dan dan satu huruf sebelum huruf terakhir difathahkan.

وهو قسمين : ظاهر ،ومضمر.Naa’ibul faa’il itu ada dua:1. Naaibul faa’il isim dzhahir2. Naaibul faa’il isim dhamir.

فالظاهر نحو قولك (ضرب زيد)و(يضرب زيد)و(أكرم عمرو)و(يكرم عمرو) .

Naaibul faa’il isim dzhahir itu contohnya :ضُرِبَ زَيْدٌ” وَ”يُضْرَبُ زَيْدٌ” وَ”أُكْرِمَ عَمْرٌو” وَ”يُكْرَمُ عَمْرٌو(Zaid telah dipukul, Zaid sedang dipukul, ‘Amr telah dimuliakan, ‘Amr sedang dimuliakan)

والمضمر نحو قولك (ضربت) وضربنا ، وضربت ، وضربت ، وضربتما ، وضربتم ، وضربتن ، وضرب ، وضربت ، وضربا ، وضربوا ، وضربن .

Naaibul faa’il isim dhamir contohnya:ضُرِبْتُ وَضُرِبْنَا, وَضُرِبْتَ, وَضُرِبْتِ, وَضُرِبْتُمَا, وَضُرِبْتُمْ, وَضُرِبْتُنَّ, وَضُرِبَ, وَضُرِبَتْ, وَضُرِبَا, وَضُرِبُوا, وضُربن(aku telah dipukul, kami telah dipukul, kamu (lk) telah dipukul, kamu (lk) telah dipukul, , kalian berdua telah dipukul, kalian (lk) telah dipukul, kalian (pr) telah dipukul, dia (lk) telah dipukul, dia (pr) telah dipukul, mereka berdua telah dipukul, mereka (lk) telah dipukul, mereka (pr) telah dipukul)

*******************


باب المبتدأ والخبر

Bab Mubtada dan khabar

المبتدأ : هو الاسم المرفوع العاري عن العوامل اللفظية .

Mubtada adalah isim yang di-rafa’-kan yang terbebas dari amil-amil lafadzh

و الخبر : هو الاسم المرفوع المسند إليه, نحو قولك ((زيد قائمٌ )) و ((الزيدان قائمان)) و ((الزيدون قائمون )) و 

Khabar adalah isim yang di-rafa’-kan yang disandarkan kepada mubtada’. Contohnya:“زَيْدٌ قَائِمٌ” وَ”الزَّيْدَانِ قَائِمَانِ” وَ”الزَّيْدُونَ قَائِمُونَ “ (Zaid berdiri, Dua orang Zaid berdiri, Zaid-zaid (orang-orang yang bernama zaid) berdiri)

المبتدأ قسمان : ظاهر و مضمر .

Mubtada itu ada dua jenis:1. Mubtada isim dzahir2. Mubtada isim dhamir

فالظاهر ما تقدم ذكره .

Mubtada isim dzahir itu sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya (seperti contoh di atas)

و المضمر اثنا عشر , وهي : أنا , ونحن ، وأنت , وأنتِ , وأنتما , وأنتم , وأنتن , وهو , وهي , وهما , وهم , وهن ,

Sedangkan Mubtada isim dhamir itu ada dua belas :أَنَا وَنَحْنُ وَأَنْتَ وَأَنْتِ وَأَنْتُمَا وَأَنْتُمْ وَأَنْتُنَّ وَهوَ وهِيَ وَهُمَا وَهُمْ وَهُنَّ(saya, kami, kamu (lk), kamu (pr), kalian berdua, kalian (lk), kalian (pr), dia (lk), dia (pr), mereka berdua, mereka (lk), mereka (pr))

نحو قولك (( أنا قائم )) و ((نحن قائمون )) وما أشبه ذلك .

Contohnya :(أَنَا قَائِمٌ) وَ(نَحْنُ قَائِمُوْنَ)(saya berdiri, kami berdiri))Dan contoh lain yang serupa 

و الخبر قسمان :مفرد ؛ و غير مفرد .

Khabar itu ada dua jenis:1. Khabar mufrad2. Khabar ghair mufrad

(فالمفرد نحو (زيد قائم 
Khabar mufrad itu contohnya زَيْدٌ قَائِمٌ (Zaid berdiri)

وغير المفرد أربعة أشياء : الجار و المجرور , و الظرف , و الفعل مع فاعله , و المبتدأ مع خبره , نحو قولك : ((زيد في الدار , وزيد عندك , وزيد قام أبوه , و زيد جاريته ذاهبة ))

Sedangkan khabar ghair mufrad itu ada empat :1. Jar dan majrur 2. dzharaf3. fi’il beserta faa’ilnya4. Mubtada beserta khabarnya.Contohnya:زَيْدٌ فِى الدَّارِ وَزَيْدٌ عِنْدَكَ وَزَيْدٌ قَامَ اَبُوْهُ وَزَيْدٌ جَارِيَتُهُ ذَاهِبَةٌ(Zaid ada di dalam rumah, Zaid ada di sisi mu, Zaid itu berdiri bapaknya, Zaid itu budaknya pergi)


*******************

باب العوامل الداخلة على المبتدأ و الخبر

Bab Amil-amil yang masuk kepada mubtada dan khabar


وهي ثلاثة أشياء : كان و أخواتها , و إن وأخواتها , وظننت و أخواتها.

Amil-amil yang masuk kepada mubtada dan khabar itu ada tiga macam:1. Kaana dan yang semisal Kaana,2. Innna dan yang semisal Inna3. Dzhanna (dzhanantu) dan yang semisal Dzhanna4. Kaana dan saudara-saudaranya 

فأما كان و أخواتها , فإنها ترفع الاسم , وتنصب الخبر

Kaana dan saudara-saudaranya itu me-rafa’-kan isim (mubtada) dan menashabkan khabar.

وهي : كان , و أمسى , و أضحى , و ظل , و بات , و صار , و ليس , و مازال , و ما انفك , و ما فتئ , و ما برح , و ما دام 

kaana dan suadara-saudaranya adalah :كَانَ (ada,terjadi), أَمْسَى(memasuki waktu sore), أَصْبَحَ (memasuki waktu pagi), أَضْحَى(memasuki waktu dhuha), ظَلَّ (pada waktu siang), بَاتَ (pada waktu malam), صَارَ(menjadi), لَيْسَ (tidak), مَا زَالَ (senantiasa), مَا اِنْفَكَّ (senantiasa), مَا فَتِئَ (senantiasa), مَا بَرِحَ(senantiasa), مَا دَامَ (senantiasa)

و ما تصرف منها نحو : كان , و يكون , و كن , و أصبح , و يصبح , و أصبح , تقول : ((كان زيد قائماً , و ليس عمر شاخصا )) و ما أشبه ذلك .

Termasuk juga tashrif (perubahan kata) dari kata-kata di atas, seperti :َ كَانَ, وَيَكُونُ, وَكُنْ, وَأَصْبَحَ وَيُصْبِحُ وَأَصْبِحْ(telah terjadi, sedang terjadi, jadilah! – Telah memasuki waktu pagi, sedang memasuki waktu shubuh, masukilah waktu shubuh!) Contohnya : “كَانَ زَيْدٌ قَائِمًا, وَلَيْسَ عَمْرٌو شَاخِصًا” (Zaid telah berdiri, ‘Amr tidak pergi) dan contoh lain yang serupa

أما إن و أخواتها فإنها تنصب الاسم و ترفع الخبر

Inna dan saudara-saudaranya itu me-nashab-kan mubtada dan me-rafa’-kan khabar

وهي إن،وأن ،ولكن ، وكأن ، وليت ، ولعل ،تقول :إن زيدا قائم ، وليت عمرا شاخص ، وما أشبه ذلك

Inna dan saudara-saudaranya adalah :إِنَّ (sesungguhnya)، أَنَّ (sesungguhnya)، لَكِنَّ (akan tetapi)، كَأَنَّ (seakan-akan)، لَيْتَ (andai)، لَعَلَّ(agar, supaya) contohnya : إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ، وَلَيْتَ عَمْرًا شَاخِصٌ (sesungguhnya Zaid berdiri, Andai ‘Amr pergi) dan contoh lain yang serupa.

ومعنى إن وأن للتوكيد ، ولكن للاستدراك ، وكأن للتشبيه ، وليت للتمني ، ولعل للترجي والتوقع.

Makna إِنَّ dan أَنَّ adalah untuk taukid (penekanan), لَكِنَّ untuk istidraak (mempertentangkan), كَأَنَّ untuk tasybih (penyerupaan), لَيْتَ untuk tamanniy (pengandaian), لَعَلَّ untuk tarajiy (pengharapan kebaikan) dan tawaqqu’ (ketakutan dari nasib buruk).

وأما ظننت وأخواتها فإنها تنصب المبتدأ والخبر على أنهما مفعولان لها

Zhanantu (zhanna) dan saudara-saudaranya itu me-nashab-kan mubtada dan khabar karena keduanya itu (mubtada dan khabar) adalah maf’ul bagi dzhanna dan saudara-saudaranya

وهي : ظننت , وحسبت , وخلت , وزعمت , ورأيت , وعلمت , ووجدت , واتخذت , وجعلت , وسمعت ؛ تقول : ظننت زيداً قائما , ورأيت عمراً شاخصا , وما أشبه ذلك .

Zhanantu dan saudara-saudaranya itu :ظَنَنْتُ (saya telah menyangka)، وَحَسِبْتُ (saya telah mengira)، وَخِلْتُ (saya telah membayangkan)، وَزَعَمْتُ(saya telah menduga) وَرَأَيْتُ (saya telah melihat)، وَعَلِمْتُ (saya telah mengetahui)، وَوَجَدْتُ (saya telah mendapatkan)، وَاتَّخَذْتُ (saya telah menjadikan)،وَجَعَلْتُ (saya telah menjadikan)، وَسَمِعْتُ (saya telah mendengar)؛Contohnya: ظَنَنْتُ زَيْدًا مُنْطَلِقًا، وَرَأَيْتُ عَمْرًا شاخصًا (Aku telah menyangka Zaid pergi, Aku telah melihat ‘Amr pergi) dan contoh lain yang menyerupainya.


*******************
باب النعت
Bab Na’at (sifat)

النعت : تابع للمنعوت في رفعه و نصبه و خفضه , وتعريفه وتنكيره ؛ قام زيد العاقل , ورأيت زيدا العاقل , ومررت بزيد العاقل .

Na’at (sifat) itu mengikuti yang disifati pada keadaan rafa’, nashab, khafad, ma’rifat, dan nakirah nya. Contohnya: قَامَ زَيْدٌ اَلْعَاقِلُ, وَرَأَيْتُ زَيْدًا اَلْعَاقِلَ, وَمَرَرْتُ بِزَيْدٍ اَلْعَاقِلِ. (Zaid yang berakal telah berdiri, aku melihat zaid yang berakal, aku berjalan bersama zaid yang berakal)

و المعرفة خمسة أشياء : الاسم المضمر نحو : أنا و أنت, و الاسم العلم نحو : زيد و مكة , و الاسم المبهم نحو : هذا وهذه وهؤلاء والاسم الذي فيه الألف واللام نحو : الرجل والغلام , وما أضيف إلى واحد من هذه الأربعة .

Ma’rifat (kata khusus) itu ada lima:1. Isim Dhamir (kata ganti), contohnya : أَنَا (saya) dan أَنْتَ (kamu)2. Isim Alam (nama), contohnya: (Zaid)زَيْدٍ(mekkah) dan مَكَّةَ3. Isim Mubham (kata tunjuk), contohnya : (ini, mudzakkar) هَذَا, (ini, muanats) هَذِهِ,(ini, banyak) هَؤُلَاءِ4. Isim yang terdapat alif lam (al), contohnya: (laki-laki) اَلرَّجُلُ dan(anak muda/pembantu) الْغُلَامُ5. isim yang di-idhafahkan kepada salah satu dari keempat isim ma’rifat ini (isim Dhami, isim alam. Isim mubham, dan isim yang terdapat alif lam)

والنكرة : كل اسم شائع في جنسه لا يختص به واحد دون آخر ,وتقريبه : كل ما صلح دخول الألف و اللام عليه , نحو الرجل و الفرس .

Nakirah (kata umum) adalah setiap isim yang tersebar (beraneka ragam) pada jenisnya ,tidak tertentu pada sesuatupun. Ringkasnya, nakirah adalah setiap isim yang dapat menerima alif lam, contohnya: (laki-laki) اَلرَّجُلُ dan(anak muda) الْغُلَامُ


*******************
باب العطف
Bab ‘Athaf

و حروف العطف عشرة , وهي : الواو , والفاء , وثم , وأو , وأم , وإما ، وبل , ولا ,ولكن , وحتى في بعض المواضع .

Huruf ‘athaf ada sepuluh, yaitu :وَ (dan)، فَ (maka), ثُمَّ (kemudian), أَوْ (atau), أَمْ (ataukah), إِمَّا (adakalanya), بَلْ (bahkan) , لَا(tidak), لَكِنْ(akan tetapi), حَتَّى فِي بَعْضِ اَلْمَوَاضِعِ (Hatta (Sehingga) pada sebagian tempat)

فإن عطفت على مرفوع رفعت , أو على منصوب نصبت , أو على مخفوض خفضت , أو على مجزوم جزمت , تقول : ((قام زيد وعمرو , ورأيت زيدا و عمرا , ومررت بزيد وعمرو , وزيد لم يقم ولم يقعد )).

Jika kamu athaf-kan dalam keadaan rafa’ maka kamu rafa’a-kan, dalam keadan nashab maka kamu nashab-kan, dalam keadaan khafad maka kamu khafadh-kan, dalam keadaan jazm maka kamu jazm-kan. Contohnya :“قَامَ زَيْدٌ وَعَمْرٌو, وَرَأَيْتُ زَيْدًا وَعَمْرًا, وَمَرَرْتُ بِزَيْدٍ وَعَمْرٍو, وَزَيْدٌ لَمْ يَقُمْ وَلَمْ يَقْعُدْ(Zaid dan ‘Amr telah berdiri, Aku melihat Zaid dan ‘Amr, Aku berjalan bersama Zaid dan ‘Amr, Zaid sedang tidak berdiri, tidak pula duduk)


*******************

باب التوكيد

Bab Taukid (menekankan atau menguatkan)

التوكيد : (( تابع للمؤكد في رفعه ونصبه وخفضه وتعريفه وتنكيره ))Taukid itu mengikuti yang diperkuat dalam keadaan rafa’-nya, nashab-nya, khafadh-nya, dan ma’rifah-Nakirah-nya.

ويكون بألفاظ معلومة, وهي : النفس , والعين , وكل , وأجمع

Taukid itu telah tertentu lafadzh-lafazhnya, yaitu :اَلنَّفْسُ, وَالْعَيْنُ, وَكُلُّ, وَأَجْمَعُ (diri, diri, setiap, seluruh)

وتوابع أجمع , وهي : أكتع , وأبتع , وأبصع , تقول : قام زيد نفسه , ورأيت القوم كلهم , ومررت بالقوم أجمعين 

Dan yang mengikuti ajma’u, yaitu:أَكْتَعُ, وَأَبْتَعُ, وَأَبْصَعُ (semuanya bermakna seluruh) Contohnya :قَامَ زَيْدٌ نَفْسُهُ, وَرَأَيْتُ اَلْقَوْمَ كُلَّهُمْ, وَمَرَرْتُ بِالْقَوْمِ أَجْمَعِينَ.(Zaid benar-benar telah berdiri, Aku benar-benar melihat semua orang, Aku benar-benar berjalan dengan semua orang)


*******************

باب البدل

Bab Badal (pengganti)

إذا أبدل اسم أو فعل من فعل تبعه في جميع إعرابه .Apabila di-badal-kan (diganti) isim dengan isim atau fi’il dengan fi’il maka badal (kata ganti) nya mengikuti kata yang diganti pada seluruh i’rabnya

وهو على أربعة أقسام : بدل الشيء من الشيء , وبدل البعض من الكل , وبدل الاشتمال , وبدل الغلط

Badal itu ada empat :1. بَدَلُ اَلشَّيْءِ مِنْ اَلشَّيْء Badal Syai' min Syai'2. بَدَلُ اَلْبَعْضِ مِنْ اَلْكُلِّ Badal Ba'dh min Kull3. بَدَلُ اَلِاشْتِمَالِ Badal Isytimal4. وَبَدَلُ اَلْغَلَطِ Badal Ghalath

نحو قولك : ((قام زيد أخوك ,وأكلت الرغيف ثلثه , ونفعني زيد علمه , ورأيت زيداً الفرس )) , أردت أن تقول الفرس فغلطت فأبدلت زيداً منه .

Contohnya:“قَامَ زَيْدٌ أَخُوكَ, وَأَكَلْتُ اَلرَّغِيفَ ثُلُثَهُ, وَنَفَعَنِي زَيْدٌ عِلْمُهُ, وَرَأَيْتُ زَيْدًا اَلْفَرَسَ(Zaid, saudaramu, telah berdiri – Aku makan roti sepertiganya – Ilmu Zaid bermanfaat untuk ku – Aku melihat Zaid, (maaf) maksudnya kuda)Sebetulnya yang ingin kau ucapkan adalah “Aku melihat kuda”, akan tetapi kamu salah ucap dan kamu ganti dengan “Aku melihat Zaid”.


*******************

باب منصوبات الأسماء
Bab Isim-isim Yang dinashabkan

المنصوبات خمسة عشر : وهي المفعول به والمصدر وظرف المكان والزمان والحال والتمييز والمستثنى واسم لا والمنادى والمفعول من أجله والمفعول معه وخبر كان وأخواتها واسم إن وأخواتها .
والتابع للمنصوب وهو أربعة أشياء : النعت والعطف والتوكيد والبدل .

Isim-isim yang dinashabkan itu ada lima belas:
1. Maf’ul bih
2. Mashdar
3. Dzharaf zaman
4. Dzharaf makan
5. Hal
6. Tamyiz
7. Mustatsna
8. Isim Laa
9. Munada
10. Maf’ul min ajlih
11. Maf’ul ma’ah
12. Khabar kaana
13. Isim inna
14. khabar dari isim yang semisal  kaana dan isim dari isim yang semisal  inna
15. Pengikut dari yang di-nashab-kan, yaitu ada empat : na’at, ‘athaf, taukid, dan badal


*******************

باب المفعول به
Bab Maf’ul bih (objek)

وهو : الاسم المنصوب الذي يقع عليه الفعل نحو قولك : ضربت زيداً وركبت الفرس .
Maf’ul bih termasuk isim yang di-nashab-kan yang dikenakan padanya suatu perbuatan. Contohnya : ضَرَبْتُ زَيْدًا, وَرَكِبْتُ اَلْفَرَسَ  (Aku telah memukul Zaid, Aku telah menunggangi kuda)
وهو قسمان : ظاهر ومضمر .
Maf’ul bih itu ada dua jenis:
maf’ul bih dzhahir dan
maf’ul bih dhamir.

فالظاهر ما تقدم ذكره ، والمضمر قسمان : متصل ومنفصل .
Maf’ul bih dzhahir telah dijelaskan sebelumnya (pada contoh di atas), sedangkan maf’ul bih dhamir itu terbagi menjadi dua:
Muttashil (bersambung)
Munfashil (terpisah)

فالمتصل اثنا عشر وهي : ضربني وضربنا وضربك وضربكما وضربكم وضربكن وضربه وضربها وضربهما وضربهم وضربهن .
Maf’ul bih dhamir muttashil ada dua belas, yaitu :
ضَرَبَنِي, وَضَرَبَنَا, وَضَرَبَكَ, وَضَرَبَكِ, وَضَرَبَكُمَا, وَضَرَبَكُمْ, وَضَرَبَكُنَّ, وَضَرَبَهُ, وَضَرَبَهَا, وَضَرَبَهُمَا, وَضَرَبَهُمْ, وَضَرَبَهُنَّ

Dia (lk) telah memukul aku, Dia (lk) telah memukul kami,  Dia (lk) telah memukul kamu (lk),  Dia (lk) telah memukul kamu (pr),  Dia (lk) telah memukul kalian berdua,  Dia (lk) telah memukul kalian (lk),  Dia (lk) telah memukul kalian (pr),  Dia (lk) telah memukulnya (lk),  Dia (lk) telah memukulnya (pr),  Dia (lk) telah memukul mereka berdua,  Dia (lk) telah memukul mereka (lk), Dia (lk) telah memukul mereka (pr)

والمنفصل اثنا عشر وهي : إياي وإيانا وإياك وإياكما وإياكم وإياكن وإياه وإياها وإياهما وإياهم وإياهن .

Maf’ul bih dhamir munfashil ada dua belas, yaitu:
إِيَّايَ, وَإِيَّانَا, وَإِيَّاكَ, وَإِيَّاكِ, وَإِيَّاكُمَا, وَإِيَّاكُمْ, وَإِيَّاكُنَّ, وَإِيَّاهُ, وَإِيَّاهَا, وَإِيَّاهُمَا, وَإِيَّاهُمْ, وَإِيَّاهُنَّ.

*******************

باب المصدر
Bab Mashdar

المصدر هو : الاسم المنصوب الذي يجئ ثالثا في تصريف الفعل نحو : ضرب يضرب ضربا.
Mashdar adalah isim yang di-nashab-kan yang menempati tempat ketiga dalam tashrif fi’il. Contohnya : ضَرَبَ يَضْرِبُ ضَرْبًا (telah memukul – sedang memukul – pukulan)

*******************

باب المفعول المطلق
Bab Maf'ul Muthlaq

وهو قسمان : لفظي ومعنوي
Maf'ul Muthlaq/Mashdar terbagi dua :
1. Lafdzhy
2. Ma’nawy

 فإن وافق لفظه لفظ فعله فهو لفظي نحو : قتلته قتلا
Mashdar Lafdzhy
Jika lafazdh mashdarnya sama dengan lafadzh fi’ilnya maka itu termasuk mashdar lafdzhy contohnya : قَتَلْتُهُ قَتْلًا (aku benar-benar membunuhnya)

 وإن وافق معنى فعله دون لفظه فهو معنوي نحو : جلست قعوداً , وقمت وقوفاً , وما أشبه ذلك .
Mashdar Ma’nawy
Jika yang sama maknanya saja  tetapi lafadznya tidak sama, maka itu adalah mashdar ma’nawy. Contohnya : جَلَسْتُ قُعُودًا, ، وقمت وُقُوفًا (aku benar-benar duduk, aku benar-benar berdiri)


*******************

باب ظرف الزمان و ظرف المكان
Bab zharaf Zaman (keterangan waktu) dan zaharaf Makan (keterangan tempat)

ظرف الزمان هو : اسم الزمان المنصوب بتقدير (( في )) نحو اليوم والليلة وغدوة وبكرة وسحرا وغدا وعتمة وصباحا ومساء وأبدا وأمدا وحينما .وما أشبه ذلك .
zharaf zaman itu adalah isim zaman yang dinashabkan dengan taqdir maknanya fi (pada, di). Contoh zharaf zaman :
اَلْيَوْمِ, اللَّيْلَةِ, غَدْوَةً, بُكْرَةً, سَحَرًا, غَدًا, عَتَمَةً, صَبَاحًا, مَسَاءً, أَبَدًا, أَمَدًا, حِينًا
(di pagi hari, di malam hari, di pagi hari, di pagi hari, di waktu sahur, besok, di waktu malam, di waktu shubuh, di sore hari, selama-lamanya, besok-besok, suatu ketika)

وظرف المكان هو : اسم المكان المنصوب بتقدير (( في )) نحو : أمام وخلف وقدّام ووراء وفوق وتحت وعند وإزاء وحذاء وتلقاء وثم وهنا . وما أشبه ذلك .
zharaf makan adalah isim makan yang dinashabkan dengan taqdir maknanya fi (pada, di). Contohnya:
أَمَامَ, خَلْفَ, قُدَّامَ, وَرَاءَ, فَوْقَ, تَحْتَ, عِنْدَ, مَعَ, إِزَاءَ, حِذَاءَ, تِلْقَاءَ, ثَمَّ, هُنَا
(di depan, di belakang, di depan, di belakang, di atas, di bawah, di sisi, bersama, di depan, di depan, di depan, di sana , di sini)


*******************

باب الحال
Bab Haal (Keterangan Kondisi)

الحال هو : الاسم المنصوب المفسر لما أنبهم من الهيئات
Haal termasuk isim yang dinashabkan yang menjelaskan tata cara atau keadaan  yang sebelumnya samar.

 نحو : (( جاء زيد راكباً )) و (( ركبت الفرس مسرجاً )) و (( لقيت عبد الله راكبا )) وما أشبه ذلك .

Contohnya :
جَاءَ زَيْدٌ رَاكِبًا” وَ”رَكِبْتُ اَلْفَرَسَ مُسْرَجًا” وَ”لَقِيتُ عَبْدَ اَللَّهِ رَاكِبًا”
(Zaid telah datang dengan berkendaraan, aku menunggangi kuda yang berpelana, Aku menjumpai ‘Abdullah sedang berkendaraan)

ولا يكون إلا نكرة ولا يكون إلا بعد تمام الكلام ولا يكون صاحبها إلا معرفة .

Haal itu harus nakirah dan haal itu hanya terjadi setelah kalimat nya sempurna dan shahibul haal itu pasti ma’rifat

*******************

باب التمييز
Bab Tamyiz (Keterangan Zat)

التمييز هو : الاسم المنصوب المفسر لما أنبهم من الذوات
Tamyiz termasuk isim yang dinashabkan yang menjelaskan zat yang sebelumnya samara

 نحو قولك : ((تصبب زيد عرقا )) و (( تفقأ بكر شحما )) و (( طاب محمد نفسا )) و (( اشتريت عشرين كتابا )) و (( ملكت تسعين نعجة )) و (( زيد أكرم منك أبا )) و (( أجمل منك وجها )) .

Contohnya :
“تَصَبَّبَ زَيْدٌ عَرَقًا”, وَ”تَفَقَّأَ بَكْرٌ شَحْمًا” وَ”طَابَ مُحَمَّدٌ نَفْسًا” وَ”اِشْتَرَيْتُ عِشْرِينَ غُلَامًا” وَ”مَلَكْتُ تِسْعِينَ نَعْجَةً” وَ”زَيْدٌ أَكْرَمُ مِنْكَ أَبًا” وَ”أَجْمَلُ مِنْكَ وَجْهًا”
(keringat zaid mengalir, lemak Bakr berlapis-lapis, badan Muhammad wangi, aku membeli 20 budak, aku memiliki 90 ekor kambing, Bapaknya Zaid lebih mulia dari mu, dan wajah Zaid lebih tampan darimu)

ولا يكون إلا نكرة ولا يكون إلا بعد تمام الكلام .

Tamyiz itu harus nakirah dan tamyiz hanya terjadi setelah kalimat nya sempurna


*******************

باب الاستثناء
Bab Istitsna (pengecualian)

وحرف الاستثناء ثمانية وهي : إلا وغير وسِوى وسُوى وسواء وخلا وعدا وحاشا .

Huruf istitsna itu ada delapan, yiatu :
إِلَّا, غَيْرُ, سِوَى, سُوَى, سَوَاءٌ, خَلَا, عَدَا, حَاشَا  
(semuanya bermakna kecuali / selain)

فالمستثنى بإلا ينصب إذا كان الكلام تاما موجبا نحو : (( قال القوم إلا زيدا )) و (( خرج الناس إلا عمرا ))

Maka mustatsna (kalimat yang di istitsnakan) dengan huruf illaa dinashabkan jika kalamnya taam mujab contohnya  :
قَامَ اَلْقَوْمُ إِلَّا زَيْدًا” وَ”خَرَجَ اَلنَّاسُ إِلَّا عَمْرًا
(Semua orang selain Zaid telah berdiri, Semua orang selain ‘Amr telah keluar)

 وإن كان الكلام منفيا تاما جاز فيه البدل و النصب على الاستثناء نحو: (( ما قام القوم إلا زيدٌ )) و (( إلا زيدا ))
Jika kalamnya manfiy taam, maka boleh menjadikannya badal atau menashabkannya
karena istitsna contohnya :
مَا قَامَ اَلْقَوْمُ إِلَّا زَيْدٌ وَ مَا قَامَ اَلْقَوْمُ إِلَّا زَيْدًا
(keduanya bermakna sama, semua orang selain Zaid tidak berdiri)
 وإن كان الكلام ناقصا كان على حسب العوامل نحو : ((ما قام إلا زيدٌ )) و (( ما ضربت إلا زيداً )) و (( ما مررت إلا بزيد )).

Jika kalamnya naaqish (kurang), maka i’rabnya sesuai dengan amil-amilnya,. Contohnya:
“مَا قَامَ إِلَّا زَيْدٌ” وَ”مَا ضَرَبْتُ إِلَّا زَيْدًا” وَ”مَا مَرَرْتُ إِلَّا بِزَيْدٍ
(Tidak berdiri kecuali Zaid, Tidaklah aku pukul kecuali Zaid, tidak lah aku berjalan kecuali bersama zaid )

والمستثنى بسِوى وسُوى وسواء وغير مجرور لاغير .

Mustatsna dengan kata siwaa, suwaa, sawaa-u dan ghairu maka dijarkan (selamanya) tanpa kecuali.
والمستثنى بخلا وعدا وحاشا يجوز نصبه وجره نحو : (( قام القوم خلا زيداً , وزيد )) و (( عدا عمرا و عمرو )) و ((حاشا بكراً و بكرٍ )) .

Mustatsna dengan kata khalaa, ‘adaa, dan haasyaa maka boleh kita menashabkannya atau menjarkannya. Contohnya :
قَامَ اَلْقَوْمُ خَلَا زَيْدًا وَ قَامَ اَلْقَوْمُ خَلَا زَيْدٍ
قَامَ اَلْقَوْمُ عَدَاعَمْرًا وَ قَامَ اَلْقَوْمُ عَدَاعَمْرٍو
قَامَ اَلْقَوْمُ حَاشَا بَكْرًا و قَامَ اَلْقَوْمُ حَاشَا َبَكْرٍ
(Semua orang berdiri kecuali Zaid, ‘Amr, dan Bakr)


*******************

بَابُ لَا

Bab Laa (penafian)

اِعْلَمْ أَنَّ “لَا” تَنْصِبُ اَلنَّكِرَاتِ بِغَيْرِ تَنْوِينٍ إِذَا بَاشَرَتْ اَلنَّكِرَةَ وَلَمْ تَتَكَرَّرْ “لَا” نَحْوَ “لَا رَجُلَ فِي اَلدَّارِ”
فَإِنْ لَمْ تُبَاشِرْهَا وَجَبَ اَلرَّفْعُ وَوَجَبَ تَكْرَارُ “لَا” نَحْوَ لَا فِي اَلدَّارِ رَجُلٌ وَلَا اِمْرَأَةٌ”
فَإِنْ تَكَرَّرَتْ “لَا” جَازَ إِعْمَالُهَا وَإِلْغَاؤُهَا, فَإِنْ شِئْتَ قُلْتُ “لَا رَجُلَ فِي اَلدَّارِ وَلَا اِمْرَأَةَ”.  فَإِنْ شِئْتَ قُلْتُ “لَا رَجُلٌ فِي اَلدَّارِ وَلَا اِمْرَأَةٌ”.

Ketahuilah! Bahwa apabila laa (laa Nafiah, Laa penafian) bertemu langsung dengan isim nakirah maka laamenashabkan isim nakirah dengan tanpa tanwin dan laa tidak berulang-ulang. Contohnya:
لَا رَجُلَ فِي اَلدَّارِ
(tidak ada seorang pria di dalam rumah)
Jika laa tidak bertemu langsung dengan nakirah maka laa wajib diulang-ulang.
Contohnya :
لَا فِي اَلدَّارِ رَجُلٌ وَلَا اِمْرَأَةٌ
(Tidak ada seorang pria di dalam rumah, tidak pula wanita)
Jika laa berulang-ulang (juga bertemu langsung dengan nakirah), maka boleh mengamalkannya (menjadikan laa sebagai amil yang menashabkan) atau menyia-nyiakannya. Maka jika kamu suka, kamu katakan :
لَا رَجُلَ فِي اَلدَّارِ وَلَا اِمْرَأَةَ
(Tidak ada seorang pria di dalam rumah, tidak pula wanita)
Dan jika kamu suka, kamu katakan:
لَا رَجُلٌ فِي اَلدَّارِ وَلَا اِمْرَأَةٌ”.
(Tidak ada seorang pria di dalam rumah, tidak pula wanita)

**********************

بَابُ اَلْمُنَادَى


Bab Munada (Kata yang dipanggil)

اَلْمُنَادَى خَمْسَةُ أَنْوَاعٍ : المفرد اَلْعَلَمُ, وَالنَّكِرَةُ اَلْمَقْصُودَةُ, وَالنَّكِرَةُ غَيْرُ اَلْمَقْصُودَةِ, وَالْمُضَافُ, وَالشَّبِيهُ بِالْمُضَافِ
فَأَمَّا اَلْمُفْرَدُ اَلْعَلَمُ وَالنَّكِرَةُ اَلْمَقْصُودَةُ فَيُبْنَيَانِ عَلَى اَلضَّمِّ مِنْ غَيْرِ تَنْوِينٍ, نَحْوَ “يَا زَيْدُ” وَ”يَا رَجُلُ”
وَالثَّلَاثَةُ اَلْبَاقِيَةُ مَنْصُوبَةٌ لَا غَيْرُ.

Munada itu ada lima, yaitu :
1.  المفرد اَلْعَلَمُ (nama-nama)
2. النَّكِرَةُ اَلْمَقْصُودَةُ (nakirah yang termaksud)
3. النَّكِرَةُ غَيْرُ اَلْمَقْصُودَةِ (nakirah yang tidak termaksud)
4.  الْمُضَافُ (Mudhaf)
5. الشَّبِيهُ بِالْمُضَافِ (yang menyerupai mudhaf)
Adapun mufrad ‘alam dan nakirah maqsudah maka ia dimabnikan atas dhammah dengan tanpa tanwin contohnya:
يَا زَيْدُ وَيَا رَجُل
(wahai Zaid… , Wahai seorang pria…)
Dan tiga munada sisanya itu tidak lain dinashabkan.



بَابُ اَلْمَفْعُولِ مِنْ أَجْلِهِ

Bab Maf’ul min Ajlih

وَهُوَ اَلِاسْمُ اَلْمَنْصُوبُ, اَلَّذِي يُذْكَرُ بَيَانًا لِسَبَبِ وُقُوعِ اَلْفِعْلِ, نَحْوَ قَوْلِكَ “قَامَ زَيْدٌ إِجْلَالًا لِعَمْرٍو” وَ”قَصَدْتُكَ اِبْتِغَاءَ مَعْرُوفِكَ”.

Maf’ul min ajlih termasuk  isim  yang dinashabkan yang disebut untuk menjelaskan sebab-sebab terjadinya suatu perbuatan. Contohnya :
قَامَ زَيْدٌ إِجْلَالًا لِعَمْرٍو وَقَصَدْتُكَ اِبْتِغَاءَ مَعْرُوفِكَ.
(Zaid telah berdiri untuk memuliakan ‘Amr, Aku mendekatimu karena mengharapkan kebaikanmu)

********************

بَابُ اَلْمَفْعُولِ مَعَهُ

Bab Maf’ul Ma’ah

وَهُوَ اَلِاسْمُ اَلْمَنْصُوبُ, اَلَّذِي يُذْكَرُ لِبَيَانِ مَنْ فُعِلَ مَعَهُ اَلْفِعْلُ, نَحْوَ قَوْلِكَ “جَاءَ اَلْأَمِيرُ وَالْجَيْشَ” وَ”اِسْتَوَى اَلْمَاءُ وَالْخَشَبَةَ”.
وأما خَبَرُ “كَانَ” وَأَخَوَاتِهَا, وَاسْمُ “إِنَّ” وَأَخَوَاتِهَا, فَقَدْ تَقَدَّمَ ذِكْرُهُمَا فِي اَلْمَرْفُوعَاتِ, وَكَذَلِكَ اَلتَّوَابِعُ; فَقَدْ تَقَدَّمَتْ هُنَاكَ.

Maf’ul ma’ah termasuk isim yang dinashabkan yang disebut untuk menjelaskan penyertaan seseorang atau sesuatu dalam suatu perbuatan. Contohnya :
جَاءَ اَلْأَمِيرُ وَالْجَيْشَ وَاِسْتَوَى اَلْمَاءُ وَالْخَشَبَةَ
(Seorang pemimpin telah datang bersama tentaranya, Air mengalir bersama kayu)
Adapun pembahasan tentang “khabar kaana” dan “saudara-saudara kaana” dan “isim inna” dan “saudara-saudara inna”  maka sungguh telah diberikan penjelasannya pada bab isim-isim yang di-rafa’a-kan begitu juga dengan pembahasan kata pengikut yang di-nashab-kan (na’at, ‘athaf, taukid, badal)  telah dijelaskan disana.

*******************

بَابُ مَخْفُوضَاتِ الْأَسْمَاءِ


Bab Isim-isim yang Di-khafadh-kan (dijarkan)

اَلْمَخْفُوضَاتُ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ مَخْفُوضٌ بِالْحَرْفِ, وَمَخْفُوضٌ بِالْإِضَافَةِ, وَتَابِعٌ لِلْمَخْفُوضِ
فَأَمَّا اَلْمَخْفُوضُ بِالْحَرْفِ فَهُوَ مَا يَخْتَصُّ بِمِنْ, وَإِلَى, وَعَنْ, وَعَلَى, وَفِي, وَرُبَّ, وَالْبَاءِ, وَالْكَافِ, وَاللَّامِ, وَبِحُرُوفِ اَلْقَسَمِ, وَهِيَ اَلْوَاوُ, وَالْبَاءُ, وَالتَّاءُ, وَبِوَاوِ رُبَّ, وَبِمُذْ, وَمُنْذُ.
وَأَمَّا مَا يُخْفَضُ بِالْإِضَافَةِ, فَنَحْوُ قَوْلِكَ “غُلَامُ زَيْدٍ” وَهُوَ عَلَى قِسْمَيْنِ مَا يُقَدَّرُ بِاللَّامِ, وَمَا يُقَدَّرُ بِمِنْ; فَاَلَّذِي يُقَدَّرُ بِاللَّامِ نَحْوُ “غُلَامُ زَيْدٍ” وَاَلَّذِي يُقَدَّرُ بِمِنْ, نَحْوُ “ثَوْبُ خَزٍّ” وَ”بَابُ سَاجٍ” وَ”خَاتَمُ حَدِيدٍ .
والله اعلم با الصواب

Isim-isim yang dikhafadhkan itu ada tiga bagian :
  1. Dikhafadhkan dengan huruf khafadh
  2. Dikhafadhkan dengan idhafah
  3. Dikhafadhkan karena mengikuti yang sebelumnya
Adapun yang dijarkan dengan huruf khafadh yaitu apa-apa yang dijarkan dengan huruf:
مِنْ(dari), إِلَى(ke), عَنْ (dari), عَلَى(di atas),فِي (di), رُبَّ (jarang), بِ (dengan), كَ (seperti), لِ (untuk)
dan dengan huruf sumpah yaitu:
اَلْوَاوُ, الْبَاءُ, التَّاءُِ
(ketiganya bermakna sumpah: demi)
dan dengan:
مُذْ, (sejak) وَمُنْذُ (sejak)
Adapun yang dijarkan dengan idhafah maka contohnya: غُلَامُ زَيْدٍ (pembantu Zaid) dan yang dijarkan dengan idhafah itu ada dua, pertama yang di-taqdir-kan dengan lam dan kedua yang di-taqdir-kan dengan min.
Maka yang di-taqdir-kan dengan lam (bagi, kepunyaan) contohnya: غُلَامُ زَيْدٍ (pembantu (milik) Zaid)
Dan yang di-taqdir-kan dengan min (dari) contohnya: ثَوْبُ خَزٍّ (Baju (dari) sutera), بَابُ سَاجٍ (pintu (dari) kayu jati), خَاتَمُ حَدِيدٍ (Cincin (dari) besi)

WALLAAHU A'LAM
Sumber: catatan

Belajar Ilmu Nahwu Shorof Tata Bahasa Arab Online